Kasus yang menyeret mereka ke bui adalah kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Nah, inikan kasus pembunuhan berencana, selain itu ada indikasi menghilangkan barang bukti seperti rekaman kamera CCTV dan lain sebagainya.
Sistem hukum di Indonesia, pembunuhan berencana merupakan salah satu tindak pidana yang tergolong pelanggaran HAM berat dan segala tetek bengek yang menyangkut dalam kasus pembunuhan berencana sudah diatur dalam UU Hukum Pidana (KUHP).
Pembunuhan berencana telah diatur dalam pasal 340 KUHP, berikut bunyi pasal pembunuhan berencana selengkapnya:
“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
Untuk kasus Sambo Cs terkesan seperti ada udang dibalik batu, banyak kejanggalan yang dipertontonkan seperti perjalanan sidang yang berlarut larut sampai ada pengawalan khusus dari beberapa pengacara yang berdiri di pihak keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat untuk menjaga kasus ini berjalan sebagaimana biasanya. Publik dibuat bertanya-tanya dengan kasus ini yang terkesan ingin saling melindungi, mengapa hukum begitu tumpul ke atas sementara sangat tajam ke bawah.
Sebagai otak pelaku dari pembunuhan ini, hukuman mati sangat layak dijatuhi untuk Sambo. Dia kan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana (menghilangkan nyawa orang lain) dan ikut serta dalam menghilangkan barang bukti seperti membuat sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya secara bersama-sama.
Kalau melihat hukuman yang ini, mereka seperti sedang berwisata di bui. Ujung-ujungnya mendapat remisi tahunan, remisi berkelakuan baik dan blak-bla-bla, mereka pun bebas begitu cepat.
Selama sistem hukum masih tumpul ke atas tajam ke bawah, sangat sulit menegakkan hukum sebagaimana mestinya.