Author

Topic: [ASK] Hukum Dalam Islam Jika Hutang Bitcoin atau Cryptocurrency (Read 303 times)

full member
Activity: 308
Merit: 100
Hallo para suhu , saya ingin bertanya bagaimana hukum dalam islam jika kita meminjam aset cryptocurrency ?
Seandainya saya meminjam bitcoin senilai 1 bitcoin pada tanggal 24 Januari dan wajib mengembalikan 1 bitcoin pada tanggal 24 Februai , sedangkan harga bitcoin fluktuatif . Misalkan pada 24 Januari harga 1 bitcoin senilai 92 juta dan 24 Februari harga 1 bitcoin senilai 94 juta

Terimakasih

Agan harus mengembalikan sesuai yang agan pinjam. Misal agan pinjam emas 1 gram. 5 tahun kemudian agan juga harus mengembalikan emas senilai 1 gram tersebut. Ya harganya kemungkinan naik. Begitupun bitcoin. Resiko meminjam barang yang nilainya naik tiyap tahun memang begitu. Tp kalau memang agan punya kesepakatan untuk membayar sesuai harga barang di awal. Tidak mslh. Tp jika orangnya ingin bayar sesuai berat barangnya maka agan mau gak mau harus melakukanya. Saya pernah mendengar ceramah tentang meminjam tersebut di ceramahnya ustadz abdul shomad. Coba ajah agan lihat video nya diyoutube
jr. member
Activity: 108
Merit: 2
Quote
Blossom Finance, startup fintech yang berbasis di Indonesia, telah merilis laporan dari penasihat Syariah internal mereka yang menyimpulkan bahwa Bitcoin (BTC – atau secara umum transaksi Uang Kripto) “secara umum diizinkan” di bawah hukum Syariah, menurut siaran pers yang diterbitkan Kamis, 12 April.

Pada akhir Februari, Cointelegraph juga menerbitkan sebuah cerita tentang apakah Bitcoin halal, termasuk informasi dari Blossom Finance CEO dan Pendiri Matthew J. Martin (juga diwawancara oleh CT pada tahun 2015), yang mengatakan kepada CT bahwa tidak hanya Bitcoin halal, bahkan mungkin lebih halal daripada mata uang kertas biasa karena uang Kripto didasarkan pada Bukti-Kerja (Proof Of Work) , daripada berbasis utang-“debt”.
Sumber 13 april 2018: http://www.chainerbee.com/2018/04/13/di-indonesia-transaksi-uang-kripto-dihalalkan-secara-syariah/

Terkait dengan laporan dari Blossom Finance dari penasehat syariah ini terbukti bahwa bitcoin halal, namun dari hukum negara label halal harus di dapatkan dari MUI. Jadi menurutsana ini langkah yang bagus dan menunggu fatwa yang ditetapkan dari MUI.

Jika bitcoin 100% atau no alkohol Grin tinggal bagaimana kita melaksanakan sistem hutang sesuai agama, seperti yang dijelaskan oleh om gagal mancung.
jr. member
Activity: 616
Merit: 8
Jika meminjam aset cryptocurrency dapat merugikan si peminjam atau si pemberi pinjaman tentu saja tidak dibolehkan dalam agama islam, oleh sebab itu lebih baik dihindari karena dinegara kita masih berlaku mata uang rupiah.
member
Activity: 168
Merit: 24
Mencoba ikut nimbrung gan kalo dileat yang jadi permasalahannya dlihat dari sudut pandang agama Islam ya gan. Kalo menurut saya seh kalo berhutang seh boleh aja gan kalo sesuai dengan syariat islam asalkan tidak riba dan sudah ada kesepakatan antar kedua belah pihak sedangkan penggunaan bitcoin atau cryto sebagai alat utangnya ini yang saya belum tau dibolehkan atau tidaknya gan soalnya pendapat ulama bisa saja berbeda ada yang mengharamkan ada yang membolehkan dengan syarat (  https://www.google.co.id/amp/s/m.liputan6.com/amp/3227564/penjelasan-ketua-komisi-dakwah-mui-soal-hukum-bitcoin )

Kalo masalah perubahan nilai dalam berhutang menurut agama islam

Misalnya, Pak A berutang pada Pak B sebesar 100 ribu rupiah, dengan jatuh tempo setelah tiga bulan. Pada saat berutang, mata uang 5 ribu rupiah senilai dengan satu dollar USA, harga emas ketika itu 50 ribu per gram. Namun, pada saat utang jatuh tempo, nilai tukar rupiah berubah: 10 ribu rupiah senilai dengan satu dollar, dan harga emas per gram adalah 100 ribu rupiah.

Ketika hendak melunasi utang, apakah Pak A harus menyesuaikannya dengan perubahan nilai tukar dollar dengan rupiah dan harga emas di pasaran, ataukah berpatokan dengan jumlah rupiah yang dahulu dia terima? Temukan jawabannya dari uraian berikut ini.

Di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, uang kertas belum dikenal. Alat pembayaran transaksi ketika itu adalah dengan menggunakan emas dan perak. Yang terbuat dari emas disebut dinar, sedangkan yang terbuat dari perak disebut dirham. Satu dinar sama dengan 4,25 gram emas, sedangkan 1 dirham sama dengan 2,975 gram perak.

Oleh karena itu, para ulama menetapkan bahwa ketentuan syar’i yang berlaku untuk mata uang kertas itu sama persis dengan ketentuan untuk dinar dan dirham.

Majma’ Fikih Islami, yang bernaung di bawah OKI, dalam keputusannya no. 9 yang merupakan hasil muktamar Majma’ yang ketiga, menegaskan bahwa, “Uang kertas itu dinilai sebagai mata uang dan memiliki fungsi sebagai alat pembayaran secara sempurna. Oleh karenanya, berlaku padanya ketentuan-ketentuan syar’i yang berlaku untuk emas dan perak, baik dalam masalah riba, zakat, transaksi salam, dan ketentuan yang lain.”

Adapun terkait dengan pelunasan utang, muktamar kelima Majma’ Fikih Islami yang diadakan di Kuwait pada bulan Desember 1988 mengeluarkan keputusan yang ke-42, sebagai berikut:

“Yang menjadi tolak ukur pelunasan utang yang diterima dengan menggunakan mata uang tertentu adalah semisal jumlah uang yang diterima dengan mata uang tersebut, tidak dengan nilai mata uang itu, karena utang itu dilunasi dengan yang semisal ketika diterima. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan mengaitkan utang dalam mata uang tertentu dengan harga mata uang tersebut.”

Penjelasan tentang dalil yang menjadi pijakan dalam masalah ini bisa kita jumpai dalam penjelasan salah seorang ulama yang berasal dari Yaman, Syekh Abdullah bin Umar bin Mar’i. Beliau pernah mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, “Seseorang berutang sejumlah uang, kemudian nilai mata uang naik, maka apakah debitur ini harus membayar dengan jumlah pertama ataukah dengan jumlah saat mata uang tersebut naik?”

Jawaban beliau, “Dia harus membayar sesuai dengan jumlah yang diambilnya, sedangkan naik atau turunnya nilai mata uang tersebut tidaklah berpengaruh pada utangnya. Misalnya ada orang yang berutang satu juta rupiah. Ketika berutang, nilai satu juta sama dengan US$ 150. Kemudian, ketika dia hendak membayar utang, nilai satu juta sama dengan US$ 100. Maka, kita katakan bahwa dia harus membayar satu juta rupiah sebagaimana yang telah diambilnya, sedangkan turunnya nilai mata uang tidak teranggap dalam hal ini.

Disebutkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar, yang sanadnya lemah tapi maknanya benar menurut mayoritas ulama, (yaitu hadits) tentang penukaran mata uang, yang makna hadits tersebut adalah, ‘Tukar-menukar dinar diperbolehkan jika dengan harga saat itu (yaitu saat diambil).'”

Dari potongan hadits ini, para ulama mengambil dua kesimpulan hukum:

Kesimpulan pertama. Jika dibayar dengan mata uang yang sama dengan saat berutang, maka jumlah harus tetap demikian, tanpa menimbang bertambah dan berkurangnya nilai mata uang tersebut.

Adapun, jika seseorang berutang sebesar 100 real saudi (yang saat itu senilai dengan 200 ribu rupiah), lalu dia akan melunasi utangnya saat nilainya telah berubah, maka dia boleh membayar sebesar 100 real itu sendiri atau dengan rupiah senilai 100 real pada saat sekarang.

Dalam masalah seperti ini, sepatutnya disadari bahwa siapa saja yang membantu orang lain dengan mengutanginya, maka dia harus siap menerima risiko pemberian utang tersebut. Misalnya, terjadi perubahan nilai mata uang atau yang berutang dalam kesempitan finansial, maka orang yang mengutangi harus rela untuk memberi tempo sampai orang tersebut memiliki kemampuan untuk melunasi utangnya.

Persoalan ini telah dijawab sebagaimana jawaban di atas, oleh guru kami Syekh Ubaid al-Jabiri, ketika mata uang Yaman jatuh.

Kesimpulan kedua. Ketika mata uang yang digunakan selama ini tiba-tiba dicabut dari peredaran, maka negara berkewajiban untuk menetapkan nilai mata uang yang dicabut tersebut saat ini.

Dahulu, Yaman Selatan menggunakan mata uang dinar dan dirham, sedangkan Yaman Utara menggunakan mata uang real. Ketika dinar dan dirham dicabut dari peredaran secara resmi, sehingga seluruh Yaman menggunakan Real Yaman, maka orang-orang yang menanggung utang dengan dinar melunasinya dengan menggunakan Real, berdasarkan penetapan negara untuk nilai dinar yang menjadi kewajibannya. Dalam kondisi semacam ini, pemerintah memiliki peranan penting untuk meniadakan sengketa di antara rakyatnya.” (Bingkisan Ilmu dari Yaman, hlm. 240–242)

Hadits yang beliau maksudkan adalah hadits berikut ini.

Dari Ibnu Umar, “Aku bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, tunggu sebentar. Aku hendak bertanya. Aku menjual unta di Baqi’. Aku jual dengan dinar, namun aku ambil dengan dirham. Kadang, aku jual dengan harga dirham, namun aku ambil dalam bentuk dinar. Aku ambil ini dari itu, dan aku ambil itu dari ini.’ Rasulullah bersabda, ‘Tidak apa-apa jika engkau mengambilnya dengan harga pada hari itu, selama engkau tidak berpisah dengan pembeli dalam keadaan ada uang belum diserahkan.'” (Hr. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, dan Hakim; dinilai shahih oleh Hakim. Lihat Bulughul Maram, no. 682)

Imam Hakim mengatakan, “Shahih menurut kriteria Imam Muslim.” Pernyataan beliau ini disetujui oleh Imam Dzahabi. Di samping itu, hadits di atas dinilai shahih oleh Ibnu Hibban, dan dinilai hasan oleh as-Subki dalam Takmilah Majmu’.

Ringkasnya, Syekh Abdullah al-Bassam mengatakan, “Hadits ini berstatus hasan.” (Taudhih al-Ahkam: 4/297, Maktabah Asadi)

Jadi, di samping ada yang menilai lemah terhadap hadits ini, sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Abdullah al-Mar’i di atas, tidak sedikit pula ulama yang menilai hadits tersebut sebagai hadits yang kuat, baik dengan kualitas shahih ataupun dengan kualitas hasan.

Terkait dengan pelunasan utang dengan mata uang yang berbeda, maka pada asalnya pelunasan utang itu dengan penggunaan mata uang yang sama dengan ketika menerima utang, karena orang yang berutang itu tidak memiliki kewajiban kecuali mata uang yang pernah dia terima.

Termasuk yang terlarang adalah adanya kesepakatan antara pemberi utang dan penerima utang agar pelunasan menggunakan mata uang yang berbeda dengan mata uang yang dulu diterima. Terdapat keputusan Majma’ Fikih Islami berkaitan dengan larangan ini, sebagaimana keputusan no. 75. 

Akan tetapi, jika tidak ada kesepakatan di awal namun semata-mata kerelaan yang melunasi utang, maka tidak mengapa, asalkan dengan harga pada hari ini, sebagaimana penjelasan di atas.

Sebagai solusi, ketika dikhawatirkan bahwa nilai suatu mata uang akan jatuh, maka transaksi utang-piutang bisa dilakukan dengan menggunakan mata uang lain yang relatif lebih stabil, dengan emas atau perak, bisa juga dengan barang dagangan yang relatif tidak terpengaruh dengan inflasi. Namun, pelunasan utang disyaratkan dilakukan dengan barang semisal ketika dulu diterima.

Jadi, tidak boleh mengaitkan utang dengan berbagai faktor di luar utang, semisal harga emas atau perak, nilai mata lain, tingkat suku bunga, harga BBM, dan lain-lain. Hal ini tidak diperbolehkan, dengan dua alasan:

Hal tersebut menyebabkan spekulasi dan ketidakjelasan yang keterlaluan karena kedua belah pihak tidak mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing, sehingga salah satu syarat sahnya transaksi, yaitu kejelasan, menjadi tidak terpenuhi.
Jika yang menjadi kaitan utang tersebut harganya cenderung naik, maka akan terjadi ketidaksamaan antara hak yang diterima dan kewajiban yang harus dibayarkan. Jika ini menjadi kesepakatan di awal transaksi, maka terjadilah riba.( https://pengusahamuslim.com/1782-bila-nilai-uang-berubah.html )

Jadi semuanya tergantung bagaimana anda meyakininya karena setiap orang kalo melihat dari sudut pandang agama bisa berbeda beda dan bagaimana menjalin kesepakatan dengan orang yang berhutang atau penghutang . Mohon maaf jika ada salah gan karena ilmu agama saya juga masih kurang jadi hanya bisa membantu dengan mencari informasi aja.
full member
Activity: 546
Merit: 100
Sebelum kita meminjam bitcoin kepada sesorang tentu kita telah buat terlebih dahulu kesepakatan antara kedua bela pihak agar supaya tidak ada kesalah pahaman antara satu dengan lainya jika ini telah di terapkan terlebih dahulu maka tidak akan timbul hal hal yang kita inginkan,

benar gan, tentunya sebelumnya antara kedua belah pihak harus terlebih dahulu membuat kesepakatan gan, apakah nantinya dibayar dengan jumlah bitcoin yang dipinjamkan atau sesuai dengan harga bitcoin sewaktu terjadi transaksi pemnjaman tersebut, jika hal ini telah disepakati saya rasa tidak akan terjadi kesalah pahaman gan.

legendary
Activity: 2170
Merit: 1789
2. Berkurangnya nilai krypto terhadap rupiah.
Berkurangnya nilai tidak menjadi sebabnya barang/uang dilarang untuk dijadikan objek utang piutang. Karena utang-piutang dalam bentuk rupiah pun nilainya bisa berkurang.

Sebagai gambaran, Contoh : orang yang meminjam uang Rp. 1,5 juta pada bulan Juni 1998 dan membayar utang tersebut pada tahun 2018. Tentu secara nilai, uang Rp. 1,5 juta pada tahun 1998 sudah tidak sebanding dengan dengan nilai Rp. 1,5 juta pada bulan Oktober 2018. Penurunan nilai bisa dibandingkan terhadap nilai beras. Pada bulan juni 1998, harga beras 1 Kg = Rp. 20001. sehingga Uang 1,5 juta (juni 1998) setara dengan 750 Kg. Sedangkan uang Rp. 1,5 juta pada bulan oktober setara dengan 130 Kg (Harga beras saat ini = Rp. 11.500)2

Kalau kasusnya terjadi seperti ini, menurut saya seharusnya nilai pengembaliannya harus sesuai dengan "1,5 juta" pada tahun 1998 tersebut. Saya berpendapat bahwa hutang itu sebenarnya meminjam daya beli pada konteks waktu tertentu, untuk kemudian dilunasi di hari berikutnya dan idealnya dalam waktu secepat mungkin. Oleh karena yang dipinjam daya beli, maka yang dikembalikan juga harus sesuai pada waktu peminjaman hutang. Kalau toh kedua belah pihak sepakat yang dibayar cuma "label harga" dan bukan daya belinya, saya rasa praktik ini tetap hal yang mesti diwaspadai. Sebab mata uang fiat tidak mungkin tidak akan terus mengalami penurunan nilai. Jadi kalau hutang 1,5 juta di tahun 1998, di tahun 2018 semestinya dibayar juga sesuai daya beli yang diwakili oleh 1,5 juta pada tahun 1998. Ada beberapa hal yang bisa merugikan buat si pemberi hutang ataupun peminjam hutang apabila semua didasarkan pada boleh dan ridha. Misalnya:

- Si A minjam 1 BTC waktu harga 96 juta, kemudian dia dibayar balik 1 BTC ketika harga turun jadi 10 juta. Si B sebagai peminjaman rugi besar karena kehilangan banyak daya beli.
- Si B memberi pinjaman 1 BTC waktu harga 10 juta, kemudian dia minta balik 1 BTC ketika harga sudah 100 juta ke si A. Karena si A sudah terlanjut menjual BTCnya waktu itu buat kebutuhan tertentu maka dia butuh 90 juta lainnya buat nambahin utang si B, padahal daya beli yang dipinjam tidak sebesar itu.

Jadi harus hati-hati, jangan sampai terlalu fokus pada boleh atau tidaknya tanpa melihat dampak yang mungkin terjadi. Just my two cents.
member
Activity: 378
Merit: 16
Hallo para suhu , saya ingin bertanya bagaimana hukum dalam islam jika kita meminjam aset cryptocurrency ?
Seandainya saya meminjam bitcoin senilai 1 bitcoin pada tanggal 24 Januari dan wajib mengembalikan 1 bitcoin pada tanggal 24 Februai , sedangkan harga bitcoin fluktuatif . Misalkan pada 24 Januari harga 1 bitcoin senilai 92 juta dan 24 Februari harga 1 bitcoin senilai 94 juta

Terimakasih
pada dasarnya hukum hutag-piutang itu di bina di atas Ridha artinya kedua belah pihak menyepakatinya. kemudian juga di tentukan oleh Isi Aqad yang dibuat saat melakukan perjanjian utang tersebut yang dilakukan dan disepakati oleh kedua belah pihak.

Misalnya :
berhutang 1 BTC (92 juta IDR) 24 januari
saat jatuh tempo pembayaran :
membayar 1 BTC (94 juta IDR) 24 februari

maka tetaplah di bayar bitcoin sebagaimana nilainya pada tanggal 24 februari. ini tidak ditinjau dari nilai IRD nya Bitcoin, melaikan tolok ukurnya pada nilai 1 BTC sebagaimana yang telah disepakati pada Aqad pada 24 januari.
kondisi ini sama Isbat hikumnya dengan Berhutang Emas.
infornasi lebih lanjud dapat di baca di
https://konsultasisyariah.com/23396-hukum-hutang-uang-bayar-emas.html
full member
Activity: 462
Merit: 100
Secara hukum agama, kita utang 1btc bayar tetap 1btc, tidak boleh lebih, karena wajib dibayar kadar i'nnya,
Tidak ada salahnya dengan harga, apa lebih murah atua lebih tinggi, hukum halal, sama seperti kita berhutang mas.
full member
Activity: 686
Merit: 107
Saya berusaha menjawab sesuai dengan pengetahuan saya :

Saya mendaftar pokok permasalahannya terlebih dahulu :
1. Status Hutang Crypto, boleh atau tidak?
2. Berkurangnya nilai krypto terhadap rupiah

Jawaban saya :

1. Apakah boleh meminjam crypto?
Hukum asal utang piutang adalah boleh. Menjadi tidak boleh jika tujuannya dilarang agama. Jadi, selama tujuannya tidak dilarang oleh agama, maka kegiatan utang piutang boleh dilakukan. Baik berupa barang ataupun uang. Sehingga, utang-piutang crypto baik sebagai currency (mata uang) ataupun sebagai barang (komoditas) tetap diperbolehkan selama tidak digunakan untuk sesuatu yang dilarang agama.

2. Berkurangnya nilai krypto terhadap rupiah.
Berkurangnya nilai tidak menjadi sebabnya barang/uang dilarang untuk dijadikan objek utang piutang. Karena utang-piutang dalam bentuk rupiah pun nilainya bisa berkurang.

Sebagai gambaran, Contoh : orang yang meminjam uang Rp. 1,5 juta pada bulan Juni 1998 dan membayar utang tersebut pada tahun 2018. Tentu secara nilai, uang Rp. 1,5 juta pada tahun 1998 sudah tidak sebanding dengan dengan nilai Rp. 1,5 juta pada bulan Oktober 2018. Penurunan nilai bisa dibandingkan terhadap nilai beras. Pada bulan juni 1998, harga beras 1 Kg = Rp. 20001. sehingga Uang 1,5 juta (juni 1998) setara dengan 750 Kg. Sedangkan uang Rp. 1,5 juta pada bulan oktober setara dengan 130 Kg (Harga beras saat ini = Rp. 11.500)2

Jadi, jika kita menyimpulkan bahwa utang-piutang kripto haram karena penurunan nilai, maka peminjaman uang rupiah juga haram. Namun ini kesimpulan yang tidak masuk akal. Sehingga penurunan nilai tidak bisa dijadikan penyeban pengharaman utang piutang crypto. Yang haram itu klo utang piutang crypto ada bunganya.

Catatan Kaki :
1 : https://media.neliti.com/media/publications/51128-ID-gejolak-harga-beras-agustus-september-1998-penelusuran-sebab-dan-akibat.pdf
2 : Pengalaman pribadi, belanja harian.  Grin
hutang juga gak selama itu juga kali gan untuk ngembaliin nya jika sampai puluhan tahun seperti itu tentu sudah keterlaluan lah, kalau saya menilai sih masalah pinjam meminjam yang terpenting adalah akad nya, jika sudah disepakati antara kedua belah pihak dan tidak membebani salah satu pihak, ya berarti boleh dan syah.
saya sependapat dengan anda, dalam dunia pinjam meminjam yang membedakan bank muamalah[islam] dan konfensional[tidak menggunakan syariat islam] adalah dalam kontek akad saja,jika akad yang di gunakan sudah sesuai dalam konsep syariah maka pekerjaan tersebut sah dan halal tapi untuk lebuih jelasnya anda mungkin tanya pada ahlinya agar kita tidak salah tafsir dan tafsil
full member
Activity: 715
Merit: 102
Saya berusaha menjawab sesuai dengan pengetahuan saya :

Saya mendaftar pokok permasalahannya terlebih dahulu :
1. Status Hutang Crypto, boleh atau tidak?
2. Berkurangnya nilai krypto terhadap rupiah

Jawaban saya :

1. Apakah boleh meminjam crypto?
Hukum asal utang piutang adalah boleh. Menjadi tidak boleh jika tujuannya dilarang agama. Jadi, selama tujuannya tidak dilarang oleh agama, maka kegiatan utang piutang boleh dilakukan. Baik berupa barang ataupun uang. Sehingga, utang-piutang crypto baik sebagai currency (mata uang) ataupun sebagai barang (komoditas) tetap diperbolehkan selama tidak digunakan untuk sesuatu yang dilarang agama.

2. Berkurangnya nilai krypto terhadap rupiah.
Berkurangnya nilai tidak menjadi sebabnya barang/uang dilarang untuk dijadikan objek utang piutang. Karena utang-piutang dalam bentuk rupiah pun nilainya bisa berkurang.

Sebagai gambaran, Contoh : orang yang meminjam uang Rp. 1,5 juta pada bulan Juni 1998 dan membayar utang tersebut pada tahun 2018. Tentu secara nilai, uang Rp. 1,5 juta pada tahun 1998 sudah tidak sebanding dengan dengan nilai Rp. 1,5 juta pada bulan Oktober 2018. Penurunan nilai bisa dibandingkan terhadap nilai beras. Pada bulan juni 1998, harga beras 1 Kg = Rp. 20001. sehingga Uang 1,5 juta (juni 1998) setara dengan 750 Kg. Sedangkan uang Rp. 1,5 juta pada bulan oktober setara dengan 130 Kg (Harga beras saat ini = Rp. 11.500)2

Jadi, jika kita menyimpulkan bahwa utang-piutang kripto haram karena penurunan nilai, maka peminjaman uang rupiah juga haram. Namun ini kesimpulan yang tidak masuk akal. Sehingga penurunan nilai tidak bisa dijadikan penyeban pengharaman utang piutang crypto. Yang haram itu klo utang piutang crypto ada bunganya.

Catatan Kaki :
1 : https://media.neliti.com/media/publications/51128-ID-gejolak-harga-beras-agustus-september-1998-penelusuran-sebab-dan-akibat.pdf
2 : Pengalaman pribadi, belanja harian.  Grin
hutang juga gak selama itu juga kali gan untuk ngembaliin nya jika sampai puluhan tahun seperti itu tentu sudah keterlaluan lah, kalau saya menilai sih masalah pinjam meminjam yang terpenting adalah akad nya, jika sudah disepakati antara kedua belah pihak dan tidak membebani salah satu pihak, ya berarti boleh dan syah.
full member
Activity: 476
Merit: 100
Sebelum kita meminjam bitcoin kepada sesorang tentu kita telah buat terlebih dahulu kesepakatan antara kedua bela pihak agar supaya tidak ada kesalah pahaman antara satu dengan lainya jika ini telah di terapkan terlebih dahulu maka tidak akan timbul hal hal yang kita inginkan,
member
Activity: 182
Merit: 43
Just Post Junk Posts
Saya berusaha menjawab sesuai dengan pengetahuan saya :

Saya mendaftar pokok permasalahannya terlebih dahulu :
1. Status Hutang Crypto, boleh atau tidak?
2. Berkurangnya nilai krypto terhadap rupiah

Jawaban saya :

1. Apakah boleh meminjam crypto?
Hukum asal utang piutang adalah boleh. Menjadi tidak boleh jika tujuannya dilarang agama. Jadi, selama tujuannya tidak dilarang oleh agama, maka kegiatan utang piutang boleh dilakukan. Baik berupa barang ataupun uang. Sehingga, utang-piutang crypto baik sebagai currency (mata uang) ataupun sebagai barang (komoditas) tetap diperbolehkan selama tidak digunakan untuk sesuatu yang dilarang agama.

2. Berkurangnya nilai krypto terhadap rupiah.
Berkurangnya nilai tidak menjadi sebabnya barang/uang dilarang untuk dijadikan objek utang piutang. Karena utang-piutang dalam bentuk rupiah pun nilainya bisa berkurang.

Sebagai gambaran, Contoh : orang yang meminjam uang Rp. 1,5 juta pada bulan Juni 1998 dan membayar utang tersebut pada tahun 2018. Tentu secara nilai, uang Rp. 1,5 juta pada tahun 1998 sudah tidak sebanding dengan dengan nilai Rp. 1,5 juta pada bulan Oktober 2018. Penurunan nilai bisa dibandingkan terhadap nilai beras. Pada bulan juni 1998, harga beras 1 Kg = Rp. 20001. sehingga Uang 1,5 juta (juni 1998) setara dengan 750 Kg. Sedangkan uang Rp. 1,5 juta pada bulan oktober setara dengan 130 Kg (Harga beras saat ini = Rp. 11.500)2

Jadi, jika kita menyimpulkan bahwa utang-piutang kripto haram karena penurunan nilai, maka peminjaman uang rupiah juga haram. Namun ini kesimpulan yang tidak masuk akal. Sehingga penurunan nilai tidak bisa dijadikan penyeban pengharaman utang piutang crypto. Yang haram itu klo utang piutang crypto ada bunganya.

Catatan Kaki :
1 : https://media.neliti.com/media/publications/51128-ID-gejolak-harga-beras-agustus-september-1998-penelusuran-sebab-dan-akibat.pdf
2 : Pengalaman pribadi, belanja harian.  Grin
member
Activity: 203
Merit: 48
Dalam agama sudah sepantas nya kita membantu sesama. Meminjam kan sama dengan membantu.

Tetapi lain hal jika meminjamkan layaknya rentenir ya, ada bunga nya.

Untuk pertanyaan anda, kembalikan dalam bentuk BTC, karena kesepakatan kamu meminjam berdasarkan BTC bukan rupiah. Untuk masalah harga BTC yg naik-turun, itu tidak menjadi patokan, lebih kurang nya sudah menjadi keiklasan. Itu lah perlu nya membuat kesepakatan diawal.

Dalam islam, berdasarkan yg saya ketahui, meminjamkan / membantu adalah positif, baik.


Saya rasa hadits berikut ini akan menjawab pertanyaan anda.


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَمَنْ سَتَـرَ مُسْلِمًـا ، سَتَـرَهُ اللهُ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًـا ، سَهَّـلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَـى الْـجَنَّةِ ، وَمَا اجْتَمَعَ قَـوْمٌ فِـي بَـيْتٍ مِنْ بُـيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ ، وَيَتَدَارَسُونَـهُ بَيْنَهُمْ ، إِلَّا نَـزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ ، وَغَشِـيَـتْـهُمُ الرَّحْـمَةُ ، وَحَفَّـتْـهُمُ الْـمَلاَئِكَةُ ، وَذَكَـرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ ، وَمَنْ بَطَّـأَ بِـهِ عَمَلُـهُ ، لَـمْ يُسْرِعْ بِـهِ نَـسَبُـهُ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allâh Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allâh senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya. Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allâh akan mudahkan baginya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allâh (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman akan turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allâh menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang diperlambat oleh amalnya (dalam meraih derajat yang tinggi-red), maka garis keturunannya tidak bisa mempercepatnya.”

TAKHHRIJ HADITS
Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh:
1. Muslim (no. 2699).
2. Ahmad (II/252, 325).
3. Abu Dâwud (no. 3643).
4. Tirmidzi (no. 1425, 2646, 2945).
5. Ibnu Mâjah (no. 225).
6. Ad-Dârimi (I/99).
7. Ibnu Hibbân (no. 78- Mawâriduzh Zham-ân).
8. Ath-Thayâlisi (no. 2439).
9. Al-Hâkim (I/88-89).
10. Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 127).
11. Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jâmi’ Bayânil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/63, no. 44).


Baca lebih lengkapnya disini; https://almanhaj.or.id/3595-membantu-kesulitan-sesama-muslim-dan-menuntut-ilmu-jalan-menuju-surga-1.html

member
Activity: 66
Merit: 32
Hallo para suhu , saya ingin bertanya bagaimana hukum dalam islam jika kita meminjam aset cryptocurrency ?
Seandainya saya meminjam bitcoin senilai 1 bitcoin pada tanggal 24 Januari dan wajib mengembalikan 1 bitcoin pada tanggal 24 Februai , sedangkan harga bitcoin fluktuatif . Misalkan pada 24 Januari harga 1 bitcoin senilai 92 juta dan 24 Februari harga 1 bitcoin senilai 94 juta

Terimakasih
Jump to: