Kita semua tahu bahwa transaksi online sekarang angkanya sangat fantastis dan salah satu yang berperan dalam pelonjakan ini adalah pedagang pedagang online, baik itu yang berdagang melalui e-comerce maupun di di platform platform yang menyediakan tempat untuk pedagang online.
Baru baru ini BPS atau Badan Pusat Statistik merilis Peraturan BPS Nomor 4 Tahun 2023 yang mewajibkan para pedagang melaporkan data transaksi penjualan online setiap tiga bulan sekali atau perkuartal. Amalia (Plt Kepala BPS) menjelaskan, pengumpulan data transaksi perdagangan online tersebut bertujuan untuk mendorong pontensi ekonomi digital guna meningkatkan perekonomian di Indonesia. Sebab, transaksi digital Indonesia dinilai berpotensi besar menjadi akselerator perekonomian Indonesia di masa mendatang.
Jangan khawatir, karena BPS juga telah mempersiapkan infrastruktur agar memudahkan pedagang online untuk melaporkan transaksi penjualan, pastinya penyampaian data secara digital.
BPS pun menjamin keamanan data setiap pedagang karena kerahasiaan data ini dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik seperti yang disampaikan Plt Kepala BPS.
"BPS akan dengan sungguh-sungguh menjamin kerahasiaan data yang telah disampaikan kepada kami. Tidak perlu khawatir, karena kerahasiaan data ini dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Kami selalu mengacu pada prinsip fundamental statistik resmi negara sesuai panduan PBB atau UN fundamental principal of official statistic. Jadi kerahasiaan data itu selalu kami jaga dari hulu hingga hilir,"
*
https://www.youtube.com/watch?v=r6QlNxjr8sM*
https://www.beritasatu.com/ekonomi/1074655/pedagang-wajib-lapor-transaksi-jualan-online-bps-jamin-data-terlindungiMenurut saya para pedagang harus mengindahkan dan turut andil dalam kebijakan yang baru dikeluarkan ini. Sebab ini akan menjadi data penting untuk perkembangan ekonomi kita dimasa mendatang.
Ini adalah langkah yang bagus yang dilakukan pemerintah untuk bisa lebih mentata perdagangan online agar bisa lebih terkoordinir lagi dari segi statistik. Aktivitas online ini terus tumbuh, terutama pada saat Covid19 beberapa waktu lalu. Bahkan salah satu riset mengatakan angkanya melonjak pesat, seperti yang saya kutip dari
Kompas.comHal itu terlihat dari laporan “Navigating Indonesia’s E-Commerce: Omnichannel as the Future of Retail". Berdasarkan laporan ini, 74,5 persen konsumen lebih banyak berbelanja online daripada berbelanja offline. Founder dan CEO SIRCLO, Brian Marshal mengatakan, hal itu terjadi lantaran pandemi membuat hampir semua pemenuhan kebutuhan pokok dan berbagai kegiatan lainnya dialihkan melalui layanan digital.
Selain daripada itu salah satu indikator yang bisa kita lihat juga adalah banyaknya e-wallet atau dompet digital yang terus hadir dan memberikan kemudahan akses untuk masyarakat. Sekarang hampir setiap e-comerce memiliki dompetnya sendiri, kita tidak harus lagi menggunakan akun bank untuk transaksi secara digital.
Namun ada juga yang harus diperbaiki dalam berbelanja online ini, COD atau bayar di tempat adalah salah satu fitur yang memudahkan konsumen untuk berbelanja secara online karena konsumen bisa bayar ditempat atau bayar setelah barangnya datang. Namun ini juga bukan tanpa kendala, karena dalam beberapa kasus merugikan pihak dari konsumen, seller bahkan kurir dari pari perusahaan jasa yang sebenarnya tidak tahu menahu tentang transaksi ini, mereka turut menjadi korban, seperti yang terjadi pada kasus
ini. Dan masih banyak kasus yang berkaitan dengan hal ini.
Saya berharap pemerintah juga ikut andil dalam hal ini agar supaya tidak ada lagi pihak yang diirugikan saat berbelanja online, baik itu pembeli, penjual maupun pihak ke 3 dalam transaksi tersebut.