Kurang dari 2 bulan lagi kita akan segera melaksanakan pemilihan umum dan kita memiliki hak untuk menentukan pilihan kita. Tepatnya di tanggal 14 Februari 2024, kita akan memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR RI, DPR Provinsi, DPR Kab/Kota dan DPD.
Sebenarnya sudah banyak yang membicarakan hal ini, termasuk menyinggung tentang serangan fajar atau amplop yang selalu kita lihat, dengar ataupun kita terima sendiri dari para calon agar kita memilih mereka. Ya itu adalah amplop pemilu, yang saya maksudkan disini bukan amplop yang biasa ada di TPS yang berisikan C5 misalnya, namun yang saya bicarakan disini adalah amplop yang berisikan uang, dengan nominal yang beragam, mulai dari 20k, 50k atau ada yang lebih besar daripada itu. Ini adalah fenomena yang selalu ada dan menjadi bumbu bumbu politik di negara kita.
Sekarang dilingkungan saya, saya mendengar dan bahkan melihatnya sendiri beberapa relawan dari beberapa calon mulai belusukan untuk mencari suara dan pastinya mereka menjanjikan sejumlah uang di hari sebelum hari pencoblosan tiba. Dan bahkan sekarang saya melihat hal yang tidak lazim, pasalnya mereka meminta dokumen pribadi seperti KTP untuk mereka foto. Mereka mengatakan itu untuk bukti yang akan mereka laporkan kepada si calon bahwa disini ada yang bersedia untuk memilih mereka. Masalahnya itu adalah dokumen pribadi yang seharusnya bisa dijaga sebaik mungkin dan yang menjadi target mereka juga biasanya orang tua yang iya iya aja jika dimintai sesuatu asalkan mereka mendapatkan sejumlah uang.
Money Politic sendiri sebenarnya adalah sesuatu yang dilarang dalam penyelenggaraan pemilu, namun di negara kita itu sudah menjadi kebiasaan yang pada akhirnya terlihat seperti kegiatan yang diperbolehkan. Salah satu faktor kenapa ini bisa terjadi menurut saya adalah tingkat kemiskinan negara kita masih tinggi, jadi masih banyak orang yang tergiur dengan nominal yang kecil dibandingkan dengan gaji mereka jika terpilih nanti.
Seperti tiada habisnya, kalau dibilangin tidak ada, ya cukup banyak juga praktik yang beginian. kalau dari yang saya liat ini bukan saja karena ada orang yang memang "maaf" golongan menengah ke bawah yang perlu duit. Tapi saya kira ada juga tekanan dari pihak lain, sikap permisif terhadap sanksi, dan kurangnya pengetahuan tentang politik uang. Bukan hanya amplop, memberi bantuan saja dengan embel-embel ada unsur politiknya sebenarnya juga tidak diperbolehkan seperti pembagian sembako, baju, dll.
Padahal soal sosialisasi dari semenjak sebelumnya pemilu juga sudah diimbau untuk tidak tergiur politik uang. Apakah ada kewenangannya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disini atau gimana! kurang tau juga sih. Jadi, meski politik uang tampaknya telah menjadi bagian dari bumbu politik di Indonesia, kita sebagai masyarakat harus tetap waspada dan tidak tergiur dengan praktik ini.