Pages:
Author

Topic: Budaya Apa Sih yang Bikin Wakanda Sedih? (Read 329 times)

hero member
Activity: 1428
Merit: 592
October 28, 2024, 11:05:14 PM
#26
Ini bener ini.
Cuma kurangnya Wakanda dalam mencetak entrepreneur itu keknya bukan gegara "terlalu fokus bekerja keras bukan melihat peluang untuk bekerja cerdas" tapi ada hal lain yang lebih fundamental yang bikin ada semacam halangan untuk menjadi entrepreneur secara aturan, mental, dan pola pikir.

Bisa jadi karena dampak individualisme yang kurang ditambah dengan tidak mandiri, atau mungkin hanya korelasi saja.

Satu lagi mungkin warga wakanda itu culture-nya tidak toleran dengan kegagalan. Makanya lebih menghindari risiko, cari yang pasti-pasti aja.

Itu berefek karena kehidupan wakanda lebih nyaman pada posisi yang ada dan mereka tidak mau keluar dari zona nyaman untuk mencapai keberhasilan dalam finansial.
Kemandirian terbentuk pada saat seseorang memiliki tanggung jawab dan biasanya orang yang hidupnya lebih susah akan mencari cara untuk bangkit dan memperbaiki posisi ekonomi menjadi lebih baik.
Bagi saya ini bukan merupakan langkah yang tepat karena dengan cara hidup susah terlebih dahulu baru orang bisa mandiri, padahal seharusnya kemandirian harus diciptakan dan mereka didik bertanggung jawab dari kecil.

Bagaimana bisa menjadi seorang entrepreneur gagal sekali saja sudah menyerah dan bahkan sulit bangkit untuk memulai kembali.
Ini yang tidak dimiliki oleh wakanda karena takut mengambil resiko dan lebih memilih hidup nyaman di posisi yang ada.
hero member
Activity: 2282
Merit: 560
_""""Duelbits""""_
October 16, 2024, 12:54:54 PM
#25

Bisa jadi karena dampak individualisme yang kurang ditambah dengan tidak mandiri, atau mungkin hanya korelasi saja.

Satu lagi mungkin warga wakanda itu culture-nya tidak toleran dengan kegagalan. Makanya lebih menghindari risiko, cari yang pasti-pasti aja...
https://www.countrynavigator.com/blog/how-do-different-cultures-view-failure
Hal ini terjadi karena memang untuk saat ini sistem kekeluargaan atau bahasa kerennya dinasti masih terus ada sehingga sifat individualisme yang harusnya ada dan dibangun itu semakin lama semakin terkikis oleh situasi dan warisan yang sudah seperti budaya turun temurun dari sebelumnya yang memang menerapkan pola yang sama sehingga pemikiran kita selalu mentok kepada privilege dan privilege.
Tidak perlu kita jelaskan terlalu jauh karena hal seperti ini sudah ada bahkan dari kondisi tertinggi dalam pekerjaan seperti di parlemen sampai tingkat dasar seperti di beberapa perusahaan kecil atau bahkan beberapa instansi yang ada di lingkungan kita.
Mengatakan tidak toleran dengan kegagalan itu sebenarnya juga bisa dikatakan benar atau salah karena pada akhirnya tanpa disadari ketika seseorang mulai mencoba untuk keluar dari jalur yang memang sudah terbentuk dari zaman dulu dimulai dari usaha atau hal lainnya orang-orang yang berada di lingkungan kita memang selalu menganggap kita seperti seseorang yang perlu di perhatikan dan setiap apa yang kita lakukan selalu dianggap sebagai bahan untuk gunjingan terlepas dari sukses atau gagal sehingga memang mengatakan tidak toleran itu bisa menjadi benar dan kita mulai ter triger dengan hal itu sehingga kita tidak pernah berani untuk mencoba keluar dari zona nyaman dan selalu terpaku kepada sistem yang sudah ada dimana memanfaatkan privilege adalah cara yang paling mudah untuk bisa mencapai tujuan.
copper member
Activity: 2324
Merit: 2142
Slots Enthusiast & Expert
October 16, 2024, 09:11:32 AM
#24
Kayanya ini bukan kesalahan dari Individualisme yang kurang deh, lebih ke minderan atau kurang literasi aja emang orangna itumah. Pendahulu kita bahkan melakukan gotong royong mereka saling bahu-membahu dalam menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi, Dengan semangat kebersamaan, mereka menciptakan ikatan sosial yang kuat, menjadikan setiap kegiatan sebagai momen untuk mempererat persaudaraan. Bentuk solidaritas yang menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.
Keknya beda persepsi ini yang agan maksud ame yang ane maksud.
Bisa diilustrasikan seperti berikut.

Yang ini:


Beda dengan yang ini:


Bedanya adalah di individu-nya.

Ya emang itu yang pengen disampein, entah kenapa ketika kita menggunakan bahasa yang baku, sering kali disebut hasil AI, padahal itu hasil mikir otak sendiri, banyak orang yang skeptis terhadap kemampuan berpikir manusia ketika berkomunikasi secara formal. Padahal, bahasa baku itu justru menunjukkan usaha kita untuk menyampaikan ide dengan jelas dan terstruktur. Mereka lupa bahwa setiap kalimat yang dihasilkan oleh AI pun berasal dari pengolahan data dan pola pikir yang diambil dari tulisan manusia sebelumnya.
Nah kalau yang ini ane rasa tidak ditulis AI Grin
Anyway, ane sih setuju kalau pun misalnya menggunakan teknologi GPT untuk menulis, tidak bisa serta merta divonis plagiarism dan sebagainya. Karena teknologi GPT berguna sekali untuk bikin ide pikiran dan tulisan yang "kasar" menjadi "rapi" sekali udah kek punya editor profesional. Namun masalahnya kalau untuk forum ini cukup riskan karena nanti bisa kena tag dari spam/AI buster.
member
Activity: 171
Merit: 15
October 14, 2024, 01:38:06 PM
#23
Izin ,menambahkan gan, budaya yang perlu di lihat dan menyedihkan adalah prinsip kekeluargaan
Setuju gan, ini budaya kekeluargaan ini masih erat kaitannya dengan poin 1 & 2 yang sudah ada pada OP.
Coba nanti ane cari literatur atau cocoklogi yang sesuai agar bisa ditampilkan di OP, karena kata kekeluargaan kalau diterjemahkan dalam bahasa asing ga ada yang cocok. Macam kinship, familiarity, dsb. yang menuju pada kolektivisme yang adalah lawannya individualisme pada poin 2.

Jadi ya sementara sudah tercover Tongue

Tidak mandiri sedari dini kayanya menjadi penyesalan kebanyakan orang, karenaTidak mandiri sedari dini kayanya menjadi penyesalan kebanyakan orang, karena mereka sering kali terjebak dalam zona nyaman yang dibangun oleh orang tua atau lingkungan sekitar. Hal ini membuat mereka kesulitan untuk menghadapi tantangan hidup yang sebenarnya. Ketika akhirnya harus berdiri sendiri, banyak dari mereka yang merasa ketakutan dan bingung, tidak tahu harus mulai dari mana. Pendidikan, keterampilan, dan pengalaman hidup yang seharusnya didapat sejak awal, justru terlambat untuk dimiliki.

Di sisi lain, mereka yang diajarkan untuk mandiri sejak kecil cenderung lebih percaya diri dan siap menghadapi berbagai rintangan. Mereka belajar untuk membuat keputusan, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan mengembangkan kemampuan problem-solving yang baik. Penyesalan ini menyadarkan kita bahwa pentingnya menanamkan nilai-nilai kemandirian tidak bisa dianggap sebelah mata, supaya generasi mendatang dapat berjalan dengan kaki mereka sendiri dan mengejar impian yang mereka miliki.
Tulisan ini kurang berasa ditulis manusia: https://zerogpt.net/id/results/76ddd2d9-bb37-4c03-ac28-ae012c3d37c2?v=89SkhUxC0h
Katanya 100% AI. Ga harus bener gan kalau bacot, bacot aja sesuai pemikiran sendiri.
Ya emang itu yang pengen disampein, entah kenapa ketika kita menggunakan bahasa yang baku, sering kali disebut hasil AI, padahal itu hasil mikir otak sendiri, banyak orang yang skeptis terhadap kemampuan berpikir manusia ketika berkomunikasi secara formal. Padahal, bahasa baku itu justru menunjukkan usaha kita untuk menyampaikan ide dengan jelas dan terstruktur. Mereka lupa bahwa setiap kalimat yang dihasilkan oleh AI pun berasal dari pengolahan data dan pola pikir yang diambil dari tulisan manusia sebelumnya.
jr. member
Activity: 56
Merit: 3
October 14, 2024, 01:34:03 PM
#22
2. Individualisme yang kurang
Kalau menurut ideologi banteng moncong putih, semua-semua harus gotong royong. Akibatnya dari kecil tidak dididik untuk punya sikap sendiri. Budaya ikutan dari poin ini adalah budaya nyontek, budaya keroyokan, tawuran, budaya korupsi bersama-sama, dsb.

Benar seseorang harus bisa bekerja sama dalam kelompok, tapi kelompok itu bukanlah yang utama dan yang terutama. Yang terutama adalah hasil kerjanya sehingga kalau bisa dikerjakan sendiri kenapa harus dikerjakan bersama-sama? Dalam kurikulum biasanya banyak itu kerja kelompok yang gak guna dan malah bikin mental "gotong royong" naik.

Mental berkelompok ini juga bikin seseorang menjadi lebih pengecut dan tidak mau beda (lain dari yang lain). Sehingga tidak ada kreativitas dan pemikiran out-of-the-box terjadi.

Kayanya ini bukan kesalahan dari Individualisme yang kurang deh, lebih ke minderan atau kurang literasi aja emang orangna itumah. Pendahulu kita bahkan melakukan gotong royong mereka saling bahu-membahu dalam menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi, Dengan semangat kebersamaan, mereka menciptakan ikatan sosial yang kuat, menjadikan setiap kegiatan sebagai momen untuk mempererat persaudaraan. Bentuk solidaritas yang menunjukkan betapa pentingnya kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.
copper member
Activity: 2324
Merit: 2142
Slots Enthusiast & Expert
October 13, 2024, 11:14:22 AM
#21
Izin ,menambahkan gan, budaya yang perlu di lihat dan menyedihkan adalah prinsip kekeluargaan
Setuju gan, ini budaya kekeluargaan ini masih erat kaitannya dengan poin 1 & 2 yang sudah ada pada OP.
Coba nanti ane cari literatur atau cocoklogi yang sesuai agar bisa ditampilkan di OP, karena kata kekeluargaan kalau diterjemahkan dalam bahasa asing ga ada yang cocok. Macam kinship, familiarity, dsb. yang menuju pada kolektivisme yang adalah lawannya individualisme pada poin 2.

Jadi ya sementara sudah tercover Tongue

Tidak mandiri sedari dini kayanya menjadi penyesalan kebanyakan orang, karenaTidak mandiri sedari dini kayanya menjadi penyesalan kebanyakan orang, karena mereka sering kali terjebak dalam zona nyaman yang dibangun oleh orang tua atau lingkungan sekitar. Hal ini membuat mereka kesulitan untuk menghadapi tantangan hidup yang sebenarnya. Ketika akhirnya harus berdiri sendiri, banyak dari mereka yang merasa ketakutan dan bingung, tidak tahu harus mulai dari mana. Pendidikan, keterampilan, dan pengalaman hidup yang seharusnya didapat sejak awal, justru terlambat untuk dimiliki.

Di sisi lain, mereka yang diajarkan untuk mandiri sejak kecil cenderung lebih percaya diri dan siap menghadapi berbagai rintangan. Mereka belajar untuk membuat keputusan, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan mengembangkan kemampuan problem-solving yang baik. Penyesalan ini menyadarkan kita bahwa pentingnya menanamkan nilai-nilai kemandirian tidak bisa dianggap sebelah mata, supaya generasi mendatang dapat berjalan dengan kaki mereka sendiri dan mengejar impian yang mereka miliki.
Tulisan ini kurang berasa ditulis manusia: https://zerogpt.net/id/results/76ddd2d9-bb37-4c03-ac28-ae012c3d37c2?v=89SkhUxC0h
Katanya 100% AI. Ga harus bener gan kalau bacot, bacot aja sesuai pemikiran sendiri.
member
Activity: 171
Merit: 15
October 11, 2024, 06:24:55 PM
#20
Tidak mandiri sedari dini kayanya menjadi penyesalan kebanyakan orang, karenaTidak mandiri sedari dini kayanya menjadi penyesalan kebanyakan orang, karena mereka sering kali terjebak dalam zona nyaman yang dibangun oleh orang tua atau lingkungan sekitar. Hal ini membuat mereka kesulitan untuk menghadapi tantangan hidup yang sebenarnya. Ketika akhirnya harus berdiri sendiri, banyak dari mereka yang merasa ketakutan dan bingung, tidak tahu harus mulai dari mana. Pendidikan, keterampilan, dan pengalaman hidup yang seharusnya didapat sejak awal, justru terlambat untuk dimiliki.

Di sisi lain, mereka yang diajarkan untuk mandiri sejak kecil cenderung lebih percaya diri dan siap menghadapi berbagai rintangan. Mereka belajar untuk membuat keputusan, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan mengembangkan kemampuan problem-solving yang baik. Penyesalan ini menyadarkan kita bahwa pentingnya menanamkan nilai-nilai kemandirian tidak bisa dianggap sebelah mata, supaya generasi mendatang dapat berjalan dengan kaki mereka sendiri dan mengejar impian yang mereka miliki.
hero member
Activity: 1400
Merit: 674
October 11, 2024, 02:34:52 PM
#19
Izin ,menambahkan gan, budaya yang perlu di lihat dan menyedihkan adalah prinsip kekeluargaan yang penerapannya salah tempat, seperti dalam pemerintahan contohnya, kita di kenal sebagai masyarakat yang penuh akan jiwa kekeluargaan tetapi pada faktanya hanya di berlakukan pada keluarga pejabat dan orang yang memiliki uang maka prinsip kekeluargaan akan terjalin, hal ini tidak seharusnya terjadi pada hierarki pemerintahan, dan yang lebih buruknya lagi adalah budaya pentingnya orang dalam dalam sektor apapun, pendidikan, ekonomi, pemerintahan dan bahkan masuk ke desa saja ordal ini selalu mendominasi, jadi persaingan bukan pada kemampuan, orang dalam juga sangat membantu di negara ini, dan secara prinsip yang benar ini membuat persaingan secara kemampuan tidak fair.

Contohonya seperti FUFUFAFA yang agan bilang, padalah banyak yang lebih layak dari dia sebagai capres. Grin
copper member
Activity: 2324
Merit: 2142
Slots Enthusiast & Expert
October 09, 2024, 02:22:02 AM
#18
Selebihnya orang terlalu fokus bekerja keras bukan melihat peluang untuk bekerja cerdas sehingga yanh terjadi kebanyakan orang di Indonesia hanya mampu bekerja ditempat orang lain bukan melahirkan ide dan gagasan untuk memperkerjakan orang banyak.
Meskipun tidak semua orang di kategorikan seperti ini, tetapi jika dilihat masyarakat menengah kebawah kebanyakan berafiliasi seperti itu dan tidak banyak juga orang yang menengah ke atas mampu menghadirkan lapangan pekerjaan.
Ini bener ini.
Cuma kurangnya Wakanda dalam mencetak entrepreneur itu keknya bukan gegara "terlalu fokus bekerja keras bukan melihat peluang untuk bekerja cerdas" tapi ada hal lain yang lebih fundamental yang bikin ada semacam halangan untuk menjadi entrepreneur secara aturan, mental, dan pola pikir.

Bisa jadi karena dampak individualisme yang kurang ditambah dengan tidak mandiri, atau mungkin hanya korelasi saja.

Satu lagi mungkin warga wakanda itu culture-nya tidak toleran dengan kegagalan. Makanya lebih menghindari risiko, cari yang pasti-pasti aja...
https://www.countrynavigator.com/blog/how-do-different-cultures-view-failure
hero member
Activity: 1428
Merit: 592
October 08, 2024, 10:12:01 PM
#17
Kira-kira segini dulu. Lalu apa yang bisa kita perbaiki? Memperbaiki poin-1 tentu sulit kalau agan tidak jadi pejabat. Paling tidak dimulai dari poin-2 & poin-3 sehingga budaya buruk tidak diteruskan ke generasi yang akan datang, yang kalau tidak berubah akan sama sedihnya dengan generasi tua.

Kerja sama tim akan melahirkan hasil yang jauh lebih optimal karena kita bisa bekerja dengan peran masing-masing akan tetapi budaya orang kita akan berakhir dengan buruk karena pada tahap akhir akan mengalami masalah di dalam pembagian hasil.
Pendidikan harus melatih anak didik menjadi lebih mandiri, misalnya seperti sekolah kejuruan karena ini penting supaya mereka memiliki skill untuk mengembangkan diri, kemandirian itu penting karena orang bisa memulai dan tidak berharap bantuan penuh dari orang lain.

Satu lagi yang perlu di ubah bagaimana pemerintah tidak hanya memberikan bantuan dalam bentuk uang, sembako atau lain sebagainya.
Melainkan melatih sumberdaya manusia agar lebih siap dalam menghadapi tantangan dunia dan itu harus dimulai sedini mungkin dari sekolah-sekolah.

Quote
Ada tambahan? Atau tidak setuju? Silahkan didebat tapi ingat posisi "hipotesis" kalau culture yang sekarang itu buruk sehingga outputnya juga buruk.
Daya saing yang lemah sehingga masyarakat kita tidak mampu menyesuaikan diri dan pendidikan tidak mengarahkan manusia untuk mengikuti perkembangan zaman sehingga kebanyakan dari orang kita Indonesia selalu tertinggal.
Selebihnya orang terlalu fokus bekerja keras bukan melihat peluang untuk bekerja cerdas sehingga yanh terjadi kebanyakan orang di Indonesia hanya mampu bekerja ditempat orang lain bukan melahirkan ide dan gagasan untuk memperkerjakan orang banyak.
Meskipun tidak semua orang di kategorikan seperti ini, tetapi jika dilihat masyarakat menengah kebawah kebanyakan berafiliasi seperti itu dan tidak banyak juga orang yang menengah ke atas mampu menghadirkan lapangan pekerjaan.
hero member
Activity: 1512
Merit: 874
October 05, 2024, 02:08:22 PM
#16

1. Wakanda bukan berdasar Merit-okrasi.
Sudah jelas dari berdasarkan definisinya dari kamus, merit = "the quality of being particularly good or worthy, especially so as to deserve praise or reward" kalau diterjemahkan pakai bahasa menjadi: kualitas yang baik sehingga pantas mendapat imbalan. Sistem di Wakanda tidak didasarkan pada kualitas seseorang, sehingga kualitas baik tidak otomatis dihargai. Agan pandai, agan bekerja keras? Di Wakanda agan masih kalah dengan kandidat titipan lewat jalur belakang.

Contoh yang lebih ekstrim adalah FUFUFAFA bisa jadi Walikota dan kemudian Wakil Presiden.


Kurangnya meritokrasi dalam pemerintahan kita itu bisa saja menjadi masalah yang serius kedepan, karena akan ada posisi yang ditempati oleh orang-orang tidak berkompeten hanya karena dia anak seorang pejabat atau pandai mencari muka. Hasilnya akan kita lihat bahwa mereka akan menghasilkan kinerja yang buruk karena memang kapabilitas mereka untuk menduduki posisi tersebut tidak ada, dan imbasnya itu akan terasa kepada pelayanan mereka kepada masyarakat.
Harusnya presiden kita sekarang ini memberikan contoh yang baik kepada masyarakat bahwa meritokrasi itu adalah hal yang penting, namun sayangnya dia tidak peduli terhadap hal tersebut, dan mungkin ini juga akan diteruskan oleh presiden selanjutnya.
Budaya orang dalam sudah menjadi ciri khas di Negara Indonesia, jalur tersebut sering di manfaatkan oleh kaum pemilik modal dan mereka yang memiliki kekuasaan, sehingga orang-orang yang berkompeten di bidangnya kesulitan menduduki posisi-posisi strategis. Kita tentu bisa mengambil banyak pelajaran dari dinamika Politik Indonesia, saya kira itu bisa menjadi contoh yang sangat relevan. Perilaku tersebut sebenarnya sudah menjadi hal yang biasa, dan semua kalangan masyarakat sangat memahami hal semacam itu. Maka tidak salah, ketika ada orang Indonesia dari berbagai kalangan lebih memilih untuk berkarir di Luar Negeri, mereka menukar waktunya dengan imbalan yang sepadan.

Selagi Indonesia menganut sistem Demokrasi, maka mengimplementasikan sistem meritokrasi akan sangat sulit, bahkan Presidenpun akan sulit melakukannya. Sebab seperti yang kita tahu, untuk maju sebagai Presiden, maka harus terlebih dahulu membangun koalisi Partai sehingga memenuhi ambang batas dukungan. Otomatis setiap Partai akan mendapatkan hak untuk menduduki kursi kabinet kerja, dengan kata lain akan mendapatkan jatah Menteri tanpa harus melalui uji kelayakan. kira-kira itu sedikit cocoklogi terkait meritokrasi, yang saya pahami.
sr. member
Activity: 1106
Merit: 391
October 05, 2024, 12:50:40 PM
#15

1. Wakanda bukan berdasar Merit-okrasi.
Sudah jelas dari berdasarkan definisinya dari kamus, merit = "the quality of being particularly good or worthy, especially so as to deserve praise or reward" kalau diterjemahkan pakai bahasa menjadi: kualitas yang baik sehingga pantas mendapat imbalan. Sistem di Wakanda tidak didasarkan pada kualitas seseorang, sehingga kualitas baik tidak otomatis dihargai. Agan pandai, agan bekerja keras? Di Wakanda agan masih kalah dengan kandidat titipan lewat jalur belakang.

Contoh yang lebih ekstrim adalah FUFUFAFA bisa jadi Walikota dan kemudian Wakil Presiden.


Kurangnya meritokrasi dalam pemerintahan kita itu bisa saja menjadi masalah yang serius kedepan, karena akan ada posisi yang ditempati oleh orang-orang tidak berkompeten hanya karena dia anak seorang pejabat atau pandai mencari muka. Hasilnya akan kita lihat bahwa mereka akan menghasilkan kinerja yang buruk karena memang kapabilitas mereka untuk menduduki posisi tersebut tidak ada, dan imbasnya itu akan terasa kepada pelayanan mereka kepada masyarakat.
Harusnya presiden kita sekarang ini memberikan contoh yang baik kepada masyarakat bahwa meritokrasi itu adalah hal yang penting, namun sayangnya dia tidak peduli terhadap hal tersebut, dan mungkin ini juga akan diteruskan oleh presiden selanjutnya.
copper member
Activity: 2324
Merit: 2142
Slots Enthusiast & Expert
October 04, 2024, 03:50:27 PM
#14
OOT sedikit ke IQ, kalau mau diskusi IQ di sini saja: [Diskusi] Implikasi rerata IQ 78.49 di Indonesia

Perlu dipahami bahwa setiap "punya" orang bakat dan keahliannya masing-masing.
Betul.

Sehingga saya kira tidak bijak jika kita menilai seseorang hanya dari satu variabel saja, seperti IQ karena ini hanya menggambarkan satu jenis kecerdasan saja.
Salah. IQ itu bukanlah "satu jenis kecerdasan saja"
IQ itu sangat penting karena menentukan apakah manusia itu bisa dilatih (training) atau tidak untuk melakukan pekerjaan yang kompleks. Dan seberapa sulit melatih orang tersebut.
Pekerjaan yang kompleks itu termasuk mekanik, teknisi, sutradara, pengaransemen lagu, dsb.

IQ juga bisa digunakan untuk memrediksi apakah nanti orang-orang itu akan sukses di pekerjaannya masing-masing. Sehingga cerdasnya mekanik, cerdasnya PNS, cerdasnya programmer, cerdasnya arsitek, dsb., ya IQ. Dalam dunia psikologi, IQ ini adalah metrik yang paling robust dan reliable.

Yang namanya sistem mitokrasi memanglah penting, namun agaknya bukan hanya IQ saja yang harus dihargai. Orang bisa berprestasi dalam berbagai bidang lain, seperti kreativitas, keterampilan teknis, atau bahkan kemampuan sosial.
Yang dihargai adalah kinerja, tapi balik lagi salah satu prediktor kinerja itu IQ.
"Kreativitas" berkorelasi dengan IQ. Kenapa ane kasih tanda kutip? Karena variabel kreativitas itu macam-macam dan banyak penelitiannya yang dihubungkan dengan IQ.
Sebagai contoh dikenal threshold IQ, jadi kalau IQ di bawah threshold, baru ada korelasi antara IQ dan kreativitas. Ada yang bilang batasnya 120, 115, dsb. Artinya kalau di atas angka tersebut barulah IQ dan kreativitas tidak berkorelasi. Maksudnya? Ya kalau rerata IQ ~79, rerata kreativitas cenderung busuk juga.

Lebih lengkap: https://www.frontiersin.org/journals/psychology/articles/10.3389/fpsyg.2017.00254/full

Kemampuan sosial / EQ / dan sebangsanya adalah masuk ke kepribadian (personality) yang tidak reliable untuk menentukan kinerja makanya kalau waras tidak dipakai.



Dan jika mereka yang memiliki potensi dan bakat dalam satu bidang tertentu tidak terwadahi, terasilitasi dan terarahkan, tidak diberi kesempatan untuk dirinya bisa berkembang, maka potensi tersebut akan hilang dengan percuma. Sehingga menjadi hal yang cukup penting untuk bisa mencipatkan lingkunagn yang mendukung setiap individu untuk menemukan dan mengembangkan bakat mereka, sehingga mereka dapat berkontribusi secara optimal. Dan tentu saja yang namanya sebuah evaluasi itu penting, karena tenpa hal itu hanya akan memupuk budaya nyaman tanpa progres.
Betul. Edukasi, pelatihan, dan fasilitas itu penting.
Juga budaya/culture yang jadi pokok bahasan kali ini.

Tetaoi saya juga mempunyai hak yang sama dong..? Sehingga saya juga berhak untuk berpendapat dan memberikan tanggapan yang berbeda. dan bukannya berbeda pendapat itu adalah hal yang wajar..?
Serupa tapi tak sama,
"Berhentilah" pada komeng agan adalah indikasi upaya sensorsip bacot SDM Rendah.*
Sedangkan "berhentilah" pada komeng ane adalah upaya untuk mencegah sensorsip bacot, agar SDM Rendah bebas disuarakan. Grin

*Mana tau agan jadi presiden nanti kata-kata yang tadinya "sekali lagi, berhentilah" menjadi "sekali lagi sebut, ane buang ke laut".
sr. member
Activity: 1134
Merit: 406
Duelbits
October 04, 2024, 11:20:35 AM
#13
Berhentilah untuk menggeneralisasi bahwa SDM masyarakat Indonesia itu rendah karena hal ini dapat berdampak negatif, membuat masyarakat indonesia semakin ragu akan potensi yang mereka miliki. Karena sebenarnya warga Indonesia memiliki kulaitas SDM yang cukup tinggi, yang mana hal ini dibuktikan dengan banyaknya kekayaan nilai-nilai kebudayaan dan kreativitas yang luar biasa, yang tidak dimiliki oleh negara lain. Sehingga yang menjadi permasalahan utamanya bukan pada kualitas SDM, akan tetapi lebih kepada kurangnya fasilitas, akses dan kesempatan yang memadai untuk mewadahi dan mengembangkan kreativitas yang mereka miliki.  
Evaluasi itu penting, sebagai contoh adalah audisi Idol, banyak yang merasa suara mereka bagus & berbakat. Mungkin orang terdekat tidak sampai hati untuk mengatakan kalau "kamu mending ga usah jadi penyanyi." Alhasil jadinya begini: https://www.youtube.com/watch?v=lRI2mF-a3dY Kalau memang sayang, katakan sejujurnya agar nanti ada perbaikan.

Wakanda itu masih buruk di berbagai metrik penilaian SDM, ya boleh-boleh saja punya prinsip apa-apa harus positif, kalau ga juara bilang yang penting udah usaha agar tetap semangat, penghasilan kecil gapapa asalkan bahagia, ga berprestasi gapapa asalkan akhlaknya baik, dsb. (Tapi ane ga suka yang begitu, lembek)

Secara rata-rata IQ Wakanda masih rendah, tapi secara angka nominal (bukan persentase) ya masih "banyak" orang pandai. 0.01% dari 200juta itu 20.000. Lalu ke mana yang 20rb orang pandai tsb? Ya ga dipakai gegara bukan meritokrasi.

Tentu fasilitas itu penting, tapi yang buat fasilitas dan merawatnya itu juga pakai SDM, nanti buatnya ngaco atau sudah dibuat bagus-bagus dicuri, vandalisme, dsb. Akses dan kesempatan tidak muncul tiba-tiba secara ajaib, tetapi adalah akibat dari perbaikan secara terus menerus.

Berhentilah untuk mengatakan berhentilah, loh maksudnya? Bebas berpendapat bosku #MaafSayaSalah #Fufufafa

Terimakasih atas video lucunya...

Perlu dipahami bahwa setiap orang bakat dan keahliannya masing-masing. Sehingga saya kira tidak bijak jika kita menilai seseorang hanya dari satu variabel saja, seperti IQ karena ini hanya menggambarkan satu jenis kecerdasan saja. Seperti halnya kita tidak bisa meminta ikan untuk terbang, yang oleh karena itu setiap individu harus dibawadahi, di fasilitasi dan diarahkan sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Dan anda memberikan contoh yang baik, acara-acara ajang pencarian bakat perlu diperbanyak diperluas lagi, bukan hanya dalam bidang musik tetapi juga dalam bidang lainnya. Karena melalui ajang tersebut, potensi yang dimiliki seseorang dapat terwadahi, terfasilitasi dan terarahkan sehingga mereka dapat menemukan kesuksesannya.

Yang namanya sistem mitokrasi memanglah penting, namun agaknya bukan hanya IQ saja yang harus dihargai. Orang bisa berprestasi dalam berbagai bidang lain, seperti kreativitas, keterampilan teknis, atau bahkan kemampuan sosial.

Dan jika mereka yang memiliki potensi dan bakat dalam satu bidang tertentu tidak terwadahi, terasilitasi dan terarahkan, tidak diberi kesempatan untuk dirinya bisa berkembang, maka potensi tersebut akan hilang dengan percuma. Sehingga menjadi hal yang cukup penting untuk bisa mencipatkan lingkunagn yang mendukung setiap individu untuk menemukan dan mengembangkan bakat mereka, sehingga mereka dapat berkontribusi secara optimal. Dan tentu saja yang namanya sebuah evaluasi itu penting, karena tenpa hal itu hanya akan memupuk budaya nyaman tanpa progres.

Quote
Berhentilah untuk mengatakan berhentilah, loh maksudnya? Bebas berpendapat bosku #MaafSayaSalah #Fufufafa
Tentu saja, semua orang bebas untuk berpendapat. Ini adalah ruang bebas untuk berekspresi. Dan saya sangat menghargai pendapat anda, dan kebebasan berpendapat ini harus dijaga bersama. Tetaoi saya juga mempunyai hak yang sama dong..?  Sehingga saya juga berhak untuk berpendapat dan memberikan tanggapan yang berbeda. dan bukannya berbeda pendapat itu adalah hal yang wajar..?

#SALAM_AKAL_SEHAT
copper member
Activity: 2324
Merit: 2142
Slots Enthusiast & Expert
October 03, 2024, 03:45:33 PM
#12
Berhentilah untuk menggeneralisasi bahwa SDM masyarakat Indonesia itu rendah karena hal ini dapat berdampak negatif, membuat masyarakat indonesia semakin ragu akan potensi yang mereka miliki. Karena sebenarnya warga Indonesia memiliki kulaitas SDM yang cukup tinggi, yang mana hal ini dibuktikan dengan banyaknya kekayaan nilai-nilai kebudayaan dan kreativitas yang luar biasa, yang tidak dimiliki oleh negara lain. Sehingga yang menjadi permasalahan utamanya bukan pada kualitas SDM, akan tetapi lebih kepada kurangnya fasilitas, akses dan kesempatan yang memadai untuk mewadahi dan mengembangkan kreativitas yang mereka miliki.  
Evaluasi itu penting, sebagai contoh adalah audisi Idol, banyak yang merasa suara mereka bagus & berbakat. Mungkin orang terdekat tidak sampai hati untuk mengatakan kalau "kamu mending ga usah jadi penyanyi." Alhasil jadinya begini: https://www.youtube.com/watch?v=lRI2mF-a3dY Kalau memang sayang, katakan sejujurnya agar nanti ada perbaikan.

Wakanda itu masih buruk di berbagai metrik penilaian SDM, ya boleh-boleh saja punya prinsip apa-apa harus positif, kalau ga juara bilang yang penting udah usaha agar tetap semangat, penghasilan kecil gapapa asalkan bahagia, ga berprestasi gapapa asalkan akhlaknya baik, dsb. (Tapi ane ga suka yang begitu, lembek)

Secara rata-rata IQ Wakanda masih rendah, tapi secara angka nominal (bukan persentase) ya masih "banyak" orang pandai. 0.01% dari 200juta itu 20.000. Lalu ke mana yang 20rb orang pandai tsb? Ya ga dipakai gegara bukan meritokrasi.

Tentu fasilitas itu penting, tapi yang buat fasilitas dan merawatnya itu juga pakai SDM, nanti buatnya ngaco atau sudah dibuat bagus-bagus dicuri, vandalisme, dsb. Akses dan kesempatan tidak muncul tiba-tiba secara ajaib, tetapi adalah akibat dari perbaikan secara terus menerus.

Berhentilah untuk mengatakan berhentilah, loh maksudnya? Bebas berpendapat bosku #MaafSayaSalah #Fufufafa
hero member
Activity: 2282
Merit: 560
_""""Duelbits""""_
October 03, 2024, 01:46:01 PM
#11

3. Tidak Mandiri Sejak Dini
Budaya di Wakanda tidak mengajarkan kalau usia 18+ silahkan pergi dari rumah untuk mendapatkan pendidikan karakter entah itu di asrama atau sewa sendiri tapi bayar sendiri. Sehingga di usia tersebut energi gabut tidak tersalurkan sehingga bermanifestasi ke hal-hal aneh seperti tawuran dsb. Kalau di Wakanda ngekos pun dapat kiriman per bulan yang kadang jumlahnya bisa buat foya-foya (kalau bokap lo kayaaa) akibatnya mentalnya lembek dan nanti ketika hidup mulai sulit tidak bisa survive.

Survivabilitas ini sangat penting! Yang dimaksud survive adalah bertahan hidup tidak ngutang, tidak nyusahin orang lain, lepas dari campur tangan orang tua, dsb. Di Wakanda itu rata-rata mau kawin biayanya masih minta orang tua. Bisa mandiri ketika sudah "mapan" itu telat menurut ane karena belum tentu bisa "mapan." Kemandirian mulai sejak dini untuk membentuk karakter yang kuat.

Ini yang mungkin menjadi sebuah kondisi awal karena pada akhirnya kondisi yang memang tidak mandiri sejak awal atau tidak dituntut untuk mandiri sejak awal justru membuat banyak sekali anak yang pada akhirnya manja tetapi tidak tahu tempat. pola pikir gen alpha atau gen Z sekarang rata-rata sama dimana mereka terlalu terbiasa mengandalkan bantuan atau bahkan mengandalkan orang lain untuk menyelesaikan segala bentuk urusan yang sebenarnya bisa dilakukan sendiri, hal ini terjadi karena memang dari awal mereka terlalu disuapi sehingga apa yang mereka inginkan mereka hanya perlu meminta dari orang tua atau bahkan orang lain agar mereka dapatkan tetapi mereka tidak dituntut untuk berusaha problem solving karena terkadang beberapa alasan yang sebenarnya tidak terlalu bisa dibenarkan.

Meskipun memang pada akhirnya ini juga penting terutama menanamkan sifat gotong royong atau saling membantu tetapi di kondisi lain tentu saja harus ada didikan untuk mereka anak muda atau masa remaja agar bisa di didik mandiri agar pada akhirnya mereka bisa bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan dengan konsekuensi dan resiko yang ada tentunya.
sr. member
Activity: 980
Merit: 451
Wheel of Whales 🐳
October 03, 2024, 08:55:06 AM
#10
OP anda sudah mengatakan semuanya dengan gamblang dan jelas. Dan memang fakta tersebut tengah terjadi dan sebenarnya yang menjadi masalah adalah saat ini semua kemandirian yang telah pudar seolah tidak dianggap masalah yang perlu dibereskan. Bahkan si orang tua juga terkadang malah ikut-ikutan memperlemah generasi muda dengan terlalu memanjakan mereka. Ketika kecil anak-anak tersebut disuapi nasi kemulutnya. Dan ketika dewasa ternyata mereka masih disuapi dalam bentuk uang dan materi yang berlebihan yang membuat generasi muda menjadi generasi muda yang terlalu mengandalkan orang tua yang membuat ia tidak bisa mandiri dengan cukup baik.

Tapi dinegeri ini bukan berarti tidak ada orang yang berkualitas tinggi tapi masalahnya ketika ada orang jenius muncul kepermukaan dan menyelesaikan masalah negara dengan cepat maka kebanyakan dari mereka tidak akan bertahan lama dijajaran atas tersebut.
Etika dan Moral bahkan sudah jarang diajarkan lagi bahkan disekolah-sekolah. Karena justru saat ini kasus demi kasus yang tidak patut di munculkan malah bermunculan dari kalangan guru-guru dan sebagainya yang membuat murid tidak bisa lagi menaruh hormat pada mereka. Apa yang bisa kita lakukan saat ini hanyalah memperbaiki diri dan juga keluarga sendiri.
sr. member
Activity: 1134
Merit: 406
Duelbits
October 02, 2024, 04:34:05 PM
#9
Berhentilah untuk menggeneralisasi bahwa SDM masyarakat Indonesia itu rendah karena hal ini dapat berdampak negatif, membuat masyarakat indonesia semakin ragu akan potensi yang mereka miliki. Karena sebenarnya warga Indonesia memiliki kulaitas SDM yang cukup tinggi, yang mana hal ini dibuktikan dengan banyaknya kekayaan nilai-nilai kebudayaan dan kreativitas yang luar biasa, yang tidak dimiliki oleh negara lain. Sehingga yang menjadi permasalahan utamanya bukan pada kualitas SDM, akan tetapi lebih kepada kurangnya fasilitas, akses dan kesempatan yang memadai untuk mewadahi dan mengembangkan kreativitas yang mereka miliki. 

Sekali lagi, berhentilah untuk menggeneralisasi bahwa SDM masyarakat Indonesia itu rendah karena hal ini hanya akan melemahkan semangat dan kepercayaan yang mereka miliki. Berhentilah untuk memberikan penilaian yang dapat melemahkan semangat dan kepercayaan mereka. Akan lebih baik jika kita itu lebih berfokus kepada pengembangan dan peningkatan kualitas dengan terus mendorong, memberikan dukungan dan motivasi untuk mereka agar terus belajar, bekreativitas, berinovasi dan bahkan berkontribusi untuk kemajuan bangsa ini. jika perlu dan mampu maka berilah mereka akses dan fasilitas agar mereka bisa terus mengembangkan potensi yang dimilikinya.
full member
Activity: 1554
Merit: 129
Buzz App - Spin wheel, farm rewards
October 01, 2024, 12:44:40 PM
#8
sekarang ini mental anak muda kebanyakan sudah lembek dan labil, akhirnya mereka hanya merengek meminta untuk dibiayain kebutuhannya dari a sampai z oleh orang tuanya, kalo gak dibiayain mereka malah balik nyerang nuduh orang tuanya gak bertanggung jawab dan gak seharusnya melahirkan mereka. beda dengan jaman kita dulu yg mesti kerja dulu atau bantuin ini itu buat dibeliin sesuatu, itupun kalo ortu punya duit, kalo gak punya ya cari sendiri, entah kerja di rumah makan, ngamen, atau lain-lain.

tapi emang kayanya itu hasil dari pola didik orang tua jaman sekarang yang semakin serba instan dan gak mau repot, itu yang membuat anak-anak muda ini mentalnya lembek dan gak mau ribet, beda dengan jaman kita dulu yg kalo kita bertingkah sedikit sapu bisa melayang ke kepala, kalo jaman sekarang mah boro-boro dicubit dikit aja atau dimarahi langsung drama.

Iya bener gan, jaman sekarang pola didik dari orang tua sudah berbeda jauh dengan pola didik orang tua jaman kita dulu, makanya mental kita kuat seperti baja karna orang tua kita mendidik kita dengan keras agar kita kuat di masa yang akan mendatang nanti, kitat tidak boleh lembek dan takut dengan keadaan yang kita alami, kita harus kuat didalam situasi apapun, itulah pentingnya kita mendidik anak kita yang baik dan bener dari kecil sehingga dewasa nanti dia bisa mengadaptasi dengan situasi dan kondisi didalam lingkaran kehidupan mereka, pendidikan sekarang juga sangat jauh berbeda, dimana murid yang nakal tidak boleh lagi di merahi, dimarahi sedikit langsung lapor melapor, kalau terus menerus begini mau dibawa kemana penerus bangsa kita ini, mereka semakin lembek dan tidak bisa bertahan didalam kondisi yang sulit, harus serba mudah dan instan.
copper member
Activity: 2324
Merit: 2142
Slots Enthusiast & Expert
September 29, 2024, 07:06:46 AM
#7
Ane kadang heran sendiri melihat teman-teman ane yang sudah lulus kuliah, tapi masih tinggal sama orang tuanya di kampung. Kalau pemikiran ane dulu beda, ketika ane lulus kuliah, bulan ini wisuda, bulan depannya ane pesan tiket bus dan merantau ke kota lain. Padahal ane dulu belum dapat kerja, ane nyari dulu kerja di pabrik-pabrik kecil dan enggak diterima. Akhirnya untuk nutupin kebutuhan ane buat makan dan bayar kost, ane ngamen dulu di warung-warung pecel lele, dan kadang ngojek siangnya sembari ngirim berkas lamaran di kantor-kantor, dan akhirnya diterima jadi sales motor kala itu.
Kalau ini terlalu keras sih IMO, maksud ane cukup dikurangi support biar belajar mandiri, bukan dihilangkan support sama sekali Grin
Risiko terlantar terlalu tinggi kalau model begini. Tapi kalo it works buat agan ya thumbs up!

kaya budaya dan kaya orang pintar, tapi miskin orang jujur.
Budaya yg mana dulu ini yang terkait seni & pertunjukan oke lah kaya, cuma budaya yang terkait cara hidup itu (yang seperti diskusi thread ini) yang sebaiknya ditinjau ulang.
Berdasarkan data rerata IQ (yg jadi meme gorila) juga ane kurang sependapat kalau Wakanda itu kaya orang pintar, malah orang jujur (dan murah hati) di Wakanda itu banyak.
Coba cek data high/low trust society sama data negara yang paling banyak ngasi bantuan, Wakanda itu tinggi ratingnya.
Sehingga berdasarkan cocoklogi tsb karena orangnya "baik hati" dan "kurang pandai" maka mudah sekali ditipu dan diinjak penguasa korup.

tapi emang kayanya itu hasil dari pola didik orang tua jaman sekarang yang semakin serba instan dan gak mau repot, itu yang membuat anak-anak muda ini mentalnya lembek dan gak mau ribet, beda dengan jaman kita dulu yg kalo kita bertingkah sedikit sapu bisa melayang ke kepala, kalo jaman sekarang mah boro-boro dicubit dikit aja atau dimarahi langsung drama.
Sepertinya ini gegara Kak Seto

Nah, di lain sisi bicara soal permohonan subsidi dari kedua orang tua kita, saya rasa baik saya dan yang lain yang sudah berkeluarga juga masih merapat jika kondisi seperti sekarang ini bulan tua yakni ajukan pinjaman sementara..he,he. Yang ingin saya sampaikan adalah hubungan emosional antara anak dan orang tua tidak akan hilang meskipun  kita sudah besarkan,  disekolahkan terus berkeluarga serta sudah punya pekerjaan tetap.
Budaya di Wakanda membuat hal ini masih sering terjadi. Minta subsidi di Wakanda itu hal yang wajar. Kalau teringat cerita The Rock (Dwayne Johnson) ketika dia gagal dan sempet balik ke rumah ortunya tidur di sofa dan diijinkan itu adalah hal luar biasa, kalau di Wakanda sampai masih dipelihara itu sangat biasa. Tidak ada yang salah dari kedua budaya tersebut, tapi nampaknya yang satu membuat pribadi menjadi lebih tangguh - berdaya saing tinggi.
Pages:
Jump to: