Yang ane tahu tidak ada teman sejati dan tidak ada musuh sejati dalam politik. Berkaitan dengan itu semua, saya menyimpulkan secara pribadi yang telah Om tulis di Op bahwa politik itu kejam.
Yap ini benar sekali Gan. Segala hal perpolitikan sampai tingkat terkecilpun semuanya begitu. Segala cara dilakukan untuk memuluskan jalan politiknya. Entah menjadikan kawan sebagai lawan, dengan alasan sudah tidak cocok bekerjasama dengan dia, atau merasa kawannya itu sudah berubah, dll. Dan juga merangkul lawan sebagai kawan, biasanya pakai dalih "Memaafkan masa lalu dan saling merangkul untuk Indonesia Maju".
Yang disayangkan itu adalah pendukungnya yang garis keras. Udah capek-capek bela mati-matian. Bahkan ada yang dulunya teman tapi karena beda pilihan politik jadi tidak saling kenal lagi. Mengatakan temannya itu bukan temannya karena tidak sepemikiran. Eh yang di atas malah anteng-anteng aja.
hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa bahwa memang PDIP mengalami penurunan tingkat kepercayaan dari masyarakat. Dan langkah yang diambil oleh PDIP untuk mencalonkan Ganjar Pranowo adalah pilihan yang tepat untuk menyelamtakan suara PDIP karena jika memaksakan Puan Maharani sebagai bacalon presiden dari PDIP hal ini hanya akan semakin menurunkan kredibelitas partai PDIP.
Entah benar atau tidak tetapi saya yakin bahwa elit internal partai tersebut juga paham bagaimana yang terjadi di masyarakat. Tidak mungkin mereka tidak membaca kemana saja pergerakan massa dan peta suara perpolitikan tahun 2024 nanti. Kita ambil saja contoh di tahun 2019 dimana ketika banyak desas-desus bahwa Jokowi akan kalah dari Prabowo karena banyak agamawan yang mendukung Prabowo, Tim Jokowi langsung menunjuk Kyai Ma'ruf Amin sebagai wakil presidennya dengan tujuan untuk menarik beberapa suara dari agamawan.
Cerita di Balik Penunjukan Ma'ruf Amin oleh JokowiJoko Widodo umumkan Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presidenDalam perjalanannya, namanya sempat tenggelam, tetapi kemudian muncul lagi menjelang pengumuman Presiden Jokowi pada Kamis (09/10) petang. Semula nama yang lebih santer terdengar adalah Mahfud MD.
Saya juga menyakini bahwa di atas sana, partai-partai masih banyak yang melakukan
pijakan dua kaki atau
budaya balas jasa masih melekat kuat. Mungkin di publik terlihat seperti para elit politik Indonesia saling memperebutkan kursi kekuasaan, padahal bisa jadi ada hal lain yang tidak kita ketahui yang mereka punya. Biasanya partai penguasa memiliki banyak koneksi dan orang dalam sehingga kalaupun terjadi pergantian partai penguasa, ya mereka-mereka juga masih punya kekuasaan meski tidak se-powerful dulu.