Beginilah realita perpolitikan di Indonesia saat ini, Kaesang diangkat sebagai ketua umum PSI lewat jalur Tol. Banyak spekulasi yang beredar di tengah-tengah masyarakat akibat begitu mudahnya terpilih Kaesang sebagai Ketum, asumsi saya bapaknya sedang mempersiapkan penerusnya untuk mengamankan kekuasaannya setelah tidak lagi berkuasa (setelah terpilihnya presiden baru) berbagai skenario serta intrik politik di berbagai lini mulai dilancarkan untuk membangun dinasti politik.
Banyak yang menduga memang arahnya kesana, ingin mengamankan kekuasaaan. Ini sangat jelas terlihat Jokowi memainkan dua kaki di pilpres kali ini dengan terpilihnya Kaesang secara aklamasi sebagai ketum PSI. Padahal kalau di lihat pegangkatan Kaesang sebagai ketum sangat bertentangan dengan Ad/Art partai PSI itu sendiri yang berisi Partai PSI adalah partai kaderisasi setiap yang ingin mencalonkan diri sebagai ketum harus pernah menjadi pengurus besar dulu. Nah sekarang Kaesang kapan jadi pengurus besar partai PSI, baru sehari jadi kader besoknya jadi ketum Partai. Dari sini bisa di nilai bahwa Jokowi ingin mengamankan kekuasaannya.
Sekarang mulai terbaca arah politik yang dibangun Jokowi, dia memanfaatkan kekuasaannya demi membangun dinasti politik. Posisinya sebagai presiden begitu mudah mendapat restu atau menjadikan anak atau menantunya di posisi manapun, meski jalur yang ditempuh melalui pemilihan (powernya tidak bisa diabaikan).
Nikmat nya dunia politik Indonesia mulai dari orang tua, anak, menantu, cucu dan cicit di paksakan harus berpolitik. Bisa berbuat apapun demi gaya hidup dan demi dinasti dengan mengabaikan kepentingan rakyat. Walaupun setiap kesempatan selalu mengatas namakan rakyat. Padahal Nepotisme yang sejak jaman reformasi diperjuangkan aktivis dan segenap rakyat untuk dihapuskan eh saat ini malah secara sengaja dipertontonkan ke rakyat oleh pemimpin negri konoha.
Terlibatnya keluarga atau anaknya dalam dunia politik saat orang tuanya masih aktif sebagai presiden merupakan kekeliruan menurut saya karena bisa dianggap sebagai kebiasaan buruk para politikus, namun praktik politik seperti ini dianggap wajar karena mereka selalu berlindung dibalik "DEMOKRASI" yang memberikan hak berpolitik kepada siapapun yang ingin terlibat dalam politik.
Jualan pisang atau nasi goreng hanya sebatas pencitraan saat kekuasaan yang dipegang ayah masih seumur jagung.
Inilah kegilaan politik Indonesia,kemarukan kekuasaan. Dulu awal-awal mereka berkuasa terlihat seperti seorang yang jujur dan santun tak doyan duit dan kekuasaan bahkan ketika anaknya di tanya apakah akan terjun ke politik dia menjawab dengan lugunya,saya lebih baik jadi pengusaha saja. Tapi sekarang ...