Apakah bisa dikatakan setiap perjanjian yang menempelkan meterai tersebut akan tidak berguna sama sekali jika tidak dinotariilkan?
Sebagaimana yg disebut dalam post om mu_enrico
Pada Pasal 1320 KUHPer sudah dijelaskan syarat perjanjian no 1 itu karena adanya agreement.
Materai sendiri sebenarnya adalah pajak pembuatan dokumen untuk pembuktian (UU no 13/1985), bukan sebagai syarat syah-nya suatu perjanjian ataupun pernyataan. Materai bersifat sebagai kewajiban dari perpajakan.
Ada dua bentuk perjanjian yang bisa dijadikan alat bukti peradilan:
1. Akta Notaris yg dikeluarkan oleh pejabat yg terkait (akta otentik)
2. Perjanjian bawah tangan yg dibuat berdasarkan kesepakatan antara pihak satu dengan pihak lainnya.
Dalam definisinya Akta Otentik (pasal 1868 KUHPer) menyebutkan akta otentik adalah akta yang (dibuat) bentuknya ditentukan undang2, dibuat oleh atau dihadapan pegawai2 umum yang berkuasa untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya.
Berdasarkan definisi diatas, maka Akta Notaris/Akta Otentik harus memenuhi kriteria sbb:
1. Format dan bentuknya sesuai dengan undang-undang
2. Dibuat dihadapan pejabat umum yang berwenang
3. Kekuatan pembuktian yang sempurna (harus selalu dianggap benar, kecuali jika dibuktikan sebaliknya di pengadilan).
Sedangkan bentuk dari perjanjian bawah tangan adalah:
1. Bentuknya bebas
2. Tidak perlu dibuat dihadapan pegawai umum yang berwenang
3. Tetap mempunyai kekuatan pembuktian
selama tidak disangkal oleh pembuatnya.
4. Untuk pembuktian harus membutuhkan saksi dan alat bukti lainnya.
PS: Pembahasan ini udah diluar konteks OP..wkwkwkwk
Tetapi karena om Husna membutuhkannya penjelasannya, mungkin ada gunanya utk kedepannya.
selama ada itikat baik pengembalian dana, tenang saja bakal jauh dari jalur hukum.
Itikad baik harusnya berupa bukti legal om...bukan sekedar percakapan lesan aja.
Same as om @mu_enrico, I wanna say: Wish you have luck at this time.