Pages:
Author

Topic: Sulitnya Mengedukasi Masyarakat Untuk Menolak Amplop Para Calon! - page 4. (Read 854 times)

sr. member
Activity: 882
Merit: 355
Duelbits
Kesejahteraan masyarakat yang belum bisa tercapai sampai saat ini dan masih banyaknya masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan dan semakin sulitnya perekonomian masyarakat, hal tersebutlah yang menjadikan masyarakat kita berprilaku demikian. Jadi keadaanlah dan kebutuhanlah yang memaksakan masyarakat kita terlibat dalam jual beli suara. Karena jangankan menjual suara, ketika pada posisinya mereka sedang dikejar oleh kebutuhan maka mereka bisa saja melakukan hal yang lebih nekat dan lebih kotor dari itu demi terpenuhinya sebuah kebutuhan.

Jadi pada kesimpulannya, selama kesejahteraan masyarakat belum tercapai secara keseluruhan maka jangan pernah harap bahwa jual beli suara ini akan hilang dari perdemokrasian dan perpolitikan di bumi Indonesia ini.
sr. member
Activity: 1274
Merit: 423
Dalam kondisi sekarang di era demokrasi yang memang pola nya selalu sama karena membutuhkan lumasan-lumasan maka memang politik uang masih akan terus terjadi dan selama pola ini masih terus ada maka hal itu tidak bisa di hindarkan.
Bebeerapa faktor memang yang membuat hal seperti ini terjadi karena pada akhirnya ini berkesinambungan antara satu sama lain karena politik uang dan lumasan-lumasan yang dijadikan sebagai pelicin adalah cikal bakal terjadinya korupsi dan selama hal itu tidak bisa ditanggulangi dan tanpa ada kesadaran dari semua pihak itu tidak akan pernah bisa selesai.

Selain itu, kita sudah terlalu terbiasa dengan hal ini sehingga terlepas dari apakah kurangnya edukasi atau tidak ini tidak terlalu berpengaruh karena saya rasa semua orang sadar bahwa hal ini salah dan tidak perlu ada edukasi apapun untuk money politik karena berkaca dari pengalaman semuanya selalu melakukan hal yang sama tetapi kenapa mereka (warga) selalu menerima karena pada akhirnya tidak ada kekompakan yang terjalin apalagi ketika melihat uang. jika hanya sendiri yang menolak money politik tetapi warga sekitar menerima maka hal itu juga akan percuma karena pada akhirnya kita juga yang mendapat masalah pada akhirnya karena tidak mau tergabung dalam hal itu.
Otoritas uang di negara kita pada akhirnya masih sangat tinggi dan pola pikir hampir semua orang di negara kita masih memiliki orientasi yang sama sehingga money politik akan sangat sulit untuk dilawan.

hero member
Activity: 784
Merit: 615

Saya penasaran, mengapa begitu sulit untuk mengedukasi masyarakat agar menolak uang yang nilainya hanya untuk sehari belanja demi 5 tahun?

Apakah ada solusi untuk mengedukasi warga agar menolak segala bentuk uang yang ditawarkan?

Adakah kemungkinan Money politic ini berakhir di Indonesia?
Sulit memang untuk memberantas hal ini karena masyarakat di negara kita dari dulu sering di jejali oleh hal seperti ini sehingga memang ini selalu dianggap menjadi sebuah hal yang wajar di setiap pemilihan apapun itu tidak hanya untuk pesta politik besar seperti ini tetapi untuk hal yang lebih kecil seperti pemilihan desa atau bahkan untuk ketua RT/RW di beberapa daerah bahkan sudah banyak di susupi oleh hal seperti ini terlebih dahulu agar memuluskan mereka dalam pemilihan nantinya.
Ini bukan masalah edukasi karena menurut saya untuk mengatakan edukasi bahwa ini adalah hal yang salah sebenarnya mereka sudah tahu bahwa ini adalah sesuatu yang salah terlebih mereka sudah sering mengalami hal ini hanya saja memang karena ini menjadi dianggap wajar maka mereka menghancurkan batasan itu dan tetap dilakukan meskipun ini salah karena pada akhirnya warga masyarakat juga tidak akan bisa menolak ketika diberikan uang terlebih itu untuk keuntungan pribadi mereka hanya saja mereka tidak sadar bahwa ini adalah jebakan yang membuat mereka menderita.


Menurut warga "ambil uangnya, jangan pilih orangnya", tapi seandainya yang memberi itu tetap menang, bukankah sudah dipastikan memiliki potensi korupsi 99% agar bisa balik modal? sedangkan modal awal saja sudah lebih dari 2M. Jangankan DPRD yang konsepnya sudah luas, untuk menjabat perangkat desa pun calon perlu mengeluarkan uang untuk bisa mendapatkan suara. Di sisi lain, melaporkan pun tidak menjadi solusi sejauh ini!
Ini tidak menutup kemungkinan untuk terjadi karena bagaimanapun para anggota calon pasti mereka memiliki rencanan sendiri ketika pada akhirnya mereka terpilih untuk berada di kursi kepemimpinan tetapi dengan caranya yang curang maka jangan harapkan hasilnya akan baik maka dari itu kita tahu bahwa banyak sekali para kader dari beberapa parpol yang memang hanya memikirkan keuntungan pribadi ketika mereka menjabat karena mereka mengeluarkan uang yang banyak di awal adalah untuk menjaring uang yang lebih banyak pula ketika menjabat sehingga hal seperti ini sulit untuk dirubah karena sekalipun tidak semua tetapi rata-rata pasti seperti itu bahkan saat ini korupsi untuk Legislatif atau Yudikatif kita masih sangat tinggi dibandingkan negara lain.
sr. member
Activity: 1078
Merit: 401
Ini gambaran untuk masyarakat yang memilih caleg yang memberikan uang karena hampir semua caleg dengan model seperti itu tidak memiliki kompeten sama sekali dan hanya mengandalkan uang mereka untuk menang di pemilu.

Sekarang pilihan berada di tangan kita, lebih memilih Caleg yang memberikan uang atau caleg yang memiliki gagasan bagus tapi tidak memberikan uang sama sekali.
Mungkin di setiap daerah berbeda beda ya, namun di daerah saya saat ini semua orang sudah tidak peduli lagi terhadap gagasan ataupun kualitas si Caleg, semuanya harus dengan uang sekarang ini ( kecuali keluarga sendiri mungkin) namun saya pikir itu cukup logis ketika masyarakat sudah tidak percaya lagi akan janji janji Caleg sehingga mereka tidak perduli siapapun yang akan menang nanti karena tidak akan berdampak pada mereka hingga akhirnya mereka memutuskan siapapun yang memberi mereka uang maka ialah yang akan di pilih.

Sekarang logikanya saja, ketiak kita memilih Caleg yang memiliki gagasan bagus lalu ia menang namun tidak berdampak apapun pada kehidupan kita, Untuk apa? bukan kah itu percuma. lebih baik menikmati uang mereka terlebih dahulu sebelum mereka menikmati uang kita nanti saat mereka sudah menang.
Banyak orang yang berpikir demikian, apakah itu salah? saya rasa tidak, muncul pemikiran demikian karena apa yang telah mereka lalui seperti itu hingga akhirnya sekarang ini tidak ada celah bagi Caleg Caleg yang ingin menang dengan cara yang bersih.
Politik di Indonesia sudah terlalu kotor kawan, jadi Nikmati saja.  Grin
sr. member
Activity: 1120
Merit: 253
Ya memang akan sepi bagi calon yang tidak memiliki uang, hanya kesadaran diri yang bisa membawa mereka untuk datang walaupun tidak mendapatkan uang. hal yang sebenarnya sangat disayangkan untuk bisa memperbaiki posisi penting di negara kita tapi tidak mendapatkan dukungan. Tapi lucunya adalah, dari tetangga saya ketika ada aturan yang sudah tidak cocok akhirnya mengeluh ini itu. Contohnya sih dari pemilihan Kepala Dusun, warga dapat uang dari calon, kemudian yang memberi uang itu tidak cocok dengan ekspektasinya, tetangga ngeluh, kasunnya gini gitu, dan itu sudah berlangsung sekitar 10 tahunan  Cheesy
ya mau gimana, sekarang jika diingatkan tidak terima karena anggapannya "lumayan dapat uang", kalau diingatkan jangka panjangnya "lihat saja nanti". Gitu pun tidak membuatnya sadar, kalau uang 50rb atau berapapun tidak sebanding dengan penderitaannya kalau misalkan yang ngasih tersebut itu jadi/terpilih.
Contoh yang paling deket dengan situasi kita saat ini adalah pemilihan kepada desa atau kepala dusun, saat pemilihan pasti semua orang akan memilih kepala desa atau kepala dusun yang berani memberikan uang atau dengan kata lain mereka membali suara dengan harga mulai 100K hingga 200k. Namun saat kepala desa atau kepala dusun yang terpilih dari hasil beli suara sudah pasti banyak sekali aturan yang dibuatnya tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Disini bakal ada adu argumen dan masyarakan mulai menilai respon negatif dengan kepala desa atau dusun yang terpilih karena hampir semua keputusan yang mereka buat tidak memihak kepada masyarakat.

Ini gambaran untuk masyarakat yang memilih caleg yang memberikan uang karena hampir semua caleg dengan model seperti itu tidak memiliki kompeten sama sekali dan hanya mengandalkan uang mereka untuk menang di pemilu.

Sekarang pilihan berada di tangan kita, lebih memilih Caleg yang memberikan uang atau caleg yang memiliki gagasan bagus tapi tidak memberikan uang sama sekali.
full member
Activity: 1148
Merit: 208
★Bitvest.io★ Play Plinko or Invest!
-snip- Tapi, ketika ada calon yang memang jujur menyampaikan visi dan misi tanpa amplop, kampanye mereka sepi, karena mereka sudah banyak mendengar dari kecamatan sebelah kalau calon tersebut tidak ada amplopnya.
Ya memang akan sepi bagi calon yang tidak memiliki uang, hanya kesadaran diri yang bisa membawa mereka untuk datang walaupun tidak mendapatkan uang. hal yang sebenarnya sangat disayangkan untuk bisa memperbaiki posisi penting di negara kita tapi tidak mendapatkan dukungan. Tapi lucunya adalah, dari tetangga saya ketika ada aturan yang sudah tidak cocok akhirnya mengeluh ini itu. Contohnya sih dari pemilihan Kepala Dusun, warga dapat uang dari calon, kemudian yang memberi uang itu tidak cocok dengan ekspektasinya, tetangga ngeluh, kasunnya gini gitu, dan itu sudah berlangsung sekitar 10 tahunan  Cheesy
ya mau gimana, sekarang jika diingatkan tidak terima karena anggapannya "lumayan dapat uang", kalau diingatkan jangka panjangnya "lihat saja nanti". Gitu pun tidak membuatnya sadar, kalau uang 50rb atau berapapun tidak sebanding dengan penderitaannya kalau misalkan yang ngasih tersebut itu jadi/terpilih.
Bagi para calon yang mengkampanyekan diri mereka tentu harus mengeluarkan uang yang banyak untuk dapat di bagi bagi pada saat kampanye dilakukan karena jika dalam kampanye mereka tidak memberikan apapun hanya mendengarkan visi misi mereka maka yang telah hadir pada tempat tersebut akan pulang karena mereka tidak mendapatkan apapun dan bagi para calon yang mau mengeluarkan banyak uang pada saat melakukan kampanye tentu akan banyak yang mendatanginya walaupun hanya datang untuk mengambil uangnya saja, namun jika mereka mendapatkan suara pada saat pemilihan tentu mereka akan mengunakan berbagai macam cara untuk dapat mengembalikan uang mereka pada saat melakukan kampanye mereka dalam hal ini yang sangat dirugikan adalah masyarakat karena mereka tidak akan mendapatkan apapun setelah mereka mendapat jabatan yang mereka inginkan.
legendary
Activity: 2198
Merit: 1592
hmph..
-snip- Tapi, ketika ada calon yang memang jujur menyampaikan visi dan misi tanpa amplop, kampanye mereka sepi, karena mereka sudah banyak mendengar dari kecamatan sebelah kalau calon tersebut tidak ada amplopnya.
Ya memang akan sepi bagi calon yang tidak memiliki uang, hanya kesadaran diri yang bisa membawa mereka untuk datang walaupun tidak mendapatkan uang. hal yang sebenarnya sangat disayangkan untuk bisa memperbaiki posisi penting di negara kita tapi tidak mendapatkan dukungan. Tapi lucunya adalah, dari tetangga saya ketika ada aturan yang sudah tidak cocok akhirnya mengeluh ini itu. Contohnya sih dari pemilihan Kepala Dusun, warga dapat uang dari calon, kemudian yang memberi uang itu tidak cocok dengan ekspektasinya, tetangga ngeluh, kasunnya gini gitu, dan itu sudah berlangsung sekitar 10 tahunan  Cheesy
ya mau gimana, sekarang jika diingatkan tidak terima karena anggapannya "lumayan dapat uang", kalau diingatkan jangka panjangnya "lihat saja nanti". Gitu pun tidak membuatnya sadar, kalau uang 50rb atau berapapun tidak sebanding dengan penderitaannya kalau misalkan yang ngasih tersebut itu jadi/terpilih.
sr. member
Activity: 1162
Merit: 476
Menurut warga "ambil uangnya, jangan pilih orangnya", tapi seandainya yang memberi itu tetap menang, bukankah sudah dipastikan memiliki potensi korupsi 99% agar bisa balik modal? sedangkan modal awal saja sudah lebih dari 2M. Jangankan DPRD yang konsepnya sudah luas, untuk menjabat perangkat desa pun calon perlu mengeluarkan uang untuk bisa mendapatkan suara. Di sisi lain, melaporkan pun tidak menjadi solusi sejauh ini!
Aku sering mendengar istilah ini, apa lagi ketika sudah mulai mendekati pemilu seperti saat ini. Cuma masalahnya sekarang, kehidupan rakyat di kota dan khususnya di pedesaan semakin sulit, mereka butuh uang tambahan untuk sekedar menyambung hidup, dan makan. Hasilnya, ketika ada kampanye dari calon gubernur, bupati mau pun kepala desa, mereka ini akan sangat antusias datang, bahkan tujuan utama mereka datang itu bukan mendengarkan visi dan misi calon, tapi amplop dan timses mereka. Ini yang pernah kurasakan ketika calon bupati datang kampanye di kecamatan kami. Para mamang becak, ojek dan pedagang keliling ngumpul pakai baju gambar calon, tujuan mereka itu ya amplop. Tapi, ketika ada calon yang memang jujur menyampaikan visi dan misi tanpa amplop, kampanye mereka sepi, karena mereka sudah banyak mendengar dari kecamatan sebelah kalau calon tersebut tidak ada amplopnya.
Ya itu sulit dihentikan karena itu sudah menjadi kebiasaan, mereka akan menunggu sesuatu yang memang selalu ada dalam setiap pesta politik datang.
Saya tidak tahu di daerah lain, namun di daerah tempat saya tinggal sekarang sering sekali ada seminar, seperti seminar pertanian dan lain sebagainya. Namun di dalamnya mereka menyelipkan kampanye kampanye agar memilih bakal calon atau partai tertentu, bisa dikatakan seminar hanyalah kedok.
Kebetulan beberapa teman saya sering mengikuti seminar seperti itu, dan mereka di beri amplop mulai dari Rp. 50.000 sampai Rp. 200.000, jumlah yang sangat lumayan terlebih seminar itu dilakukan tidak pernah seharian, paling lama kurang lebih 6 jam. Kadang mereka hanya datang ketika seminar itu akan selesai dan hanya mengisi daftar hadir. Saya tidak tahu pasti tentang hal semacam ini, namun dari apa yang teman saya katakan seminar itu memang agenda atau program dari pemerintah.  Saya hanya menyayangkan ketika program seperti ini menjadi tunggangan bagi pihak pihak yang tidak bertanggung jawab.

Hal semacam ini tidak jauh berbeda dari kampanye kampanye yang selalu dimotori oleh partai. Agar masanya terlihat banyak maka uanglah yang menjadi alat pancing mereka untuk menggerakan masyarakat.
sr. member
Activity: 1232
Merit: 332
Vave.com - Crypto Casino
~~~
Memilih pemimpin yang terlalu berambisi untuk mendapatkan kekuasaan tentu mereka akan menempuh berbagaimacam cara untuk bisa mendapatkan kekuasaan tersebut tentu hal ini akan sangat tidak baik saat mereka telah mendapatkan kekuasaan karena mereka tidak akan pernah memikirkan rayat yang mereka pimpin akan tetapi mereka memikirkan bagaimana untuk bisa memperkaya diri mereka sendiri.
Calon pemimpin yang sangat berambisi pada kekuasaan akan menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya. Sudah terbaca arah kerjanya ketika sudah resmi dilantik sebagai pemimpin, mereka yang sudah mengeluarkan uang saat masa kampanye akan menghalalkan segala cara juga untuk mengembalikan modal.
Memperkaya diri menjadi tujuan awal mereka saat mencalonkan diri, mereka sudah membuat hitungan-hitungan berapa uang pokok yang didapat selama 5ntahun kedepan, belum lagi tunjangan lain-lain dan sumber uang lain yang tidak terduga termasuk hasil korupsi.
Inilah alasannya kenapa sangat banyak kita temukan calon legislatif yang gagal masuk ke parlemen menjadi ODGJ karena tidak sanggup membayar hutang yang sudah dihabiskan saat masa kampanye atau tekanan lain yang membuat mereka stress.
hero member
Activity: 854
Merit: 737
Menurut warga "ambil uangnya, jangan pilih orangnya", tapi seandainya yang memberi itu tetap menang, bukankah sudah dipastikan memiliki potensi korupsi 99% agar bisa balik modal? sedangkan modal awal saja sudah lebih dari 2M. Jangankan DPRD yang konsepnya sudah luas, untuk menjabat perangkat desa pun calon perlu mengeluarkan uang untuk bisa mendapatkan suara. Di sisi lain, melaporkan pun tidak menjadi solusi sejauh ini!
Aku sering mendengar istilah ini, apa lagi ketika sudah mulai mendekati pemilu seperti saat ini. Cuma masalahnya sekarang, kehidupan rakyat di kota dan khususnya di pedesaan semakin sulit, mereka butuh uang tambahan untuk sekedar menyambung hidup, dan makan. Hasilnya, ketika ada kampanye dari calon gubernur, bupati mau pun kepala desa, mereka ini akan sangat antusias datang, bahkan tujuan utama mereka datang itu bukan mendengarkan visi dan misi calon, tapi amplop dan timses mereka. Ini yang pernah kurasakan ketika calon bupati datang kampanye di kecamatan kami. Para mamang becak, ojek dan pedagang keliling ngumpul pakai baju gambar calon, tujuan mereka itu ya amplop. Tapi, ketika ada calon yang memang jujur menyampaikan visi dan misi tanpa amplop, kampanye mereka sepi, karena mereka sudah banyak mendengar dari kecamatan sebelah kalau calon tersebut tidak ada amplopnya.
full member
Activity: 994
Merit: 152
Saya penasaran, mengapa begitu sulit untuk mengedukasi masyarakat agar menolak uang yang nilainya hanya untuk sehari belanja demi 5 tahun?

Apakah ada solusi untuk mengedukasi warga agar menolak segala bentuk uang yang ditawarkan?

Adakah kemungkinan Money politic ini berakhir di Indonesia?

Karena sebagian besar masyarakat tidak tahu apa yang akan mereka dapat jika memilih calon pemimpin. Mereka tidak tahu apa imbas dari pergantian pemimpin bagi negara dan diri mereka sediri. Yang masyarakat tahu adalah bagaimana agar bisa dapat bantuan atau pembagunan di daerahnya dan seringnya mereka yang memilih juga dilupakan begitu saja, yang di pedulikan hanya konstituennya saja.

Jadi dari pada tidak dapat apapun mending terima amplopnya, minimal itu adalah kompensasi untuk perjalanan ke TPS

Solusinya? Ada tapi sulit..... waktu yang akan menjawabnya dan mungkin generasi Z sudah cukup muak dengan politik amplop, kemudian generasi seterusnya pun akan berpikir seperti itu
full member
Activity: 548
Merit: 167
Play Bitcoin PVP Prediction Game
Saya penasaran, mengapa begitu sulit untuk mengedukasi masyarakat agar menolak uang yang nilainya hanya untuk sehari belanja demi 5 tahun?

Karena mayarakat Indonsia masih banyak di garis kemiskinan, di iming-iming duit 200rb sudah dapat suara. Di samping karena mereka tidak merasakan dampak langsung dari pejabat yang sudah kepilih mereka hanya datang saat pemilu doang. Makanya mereka mikirnya daripada tidak dapat sama sekali yadah ambil aja duitnya. Dan politik Uang sudah merebak sampai ke tingkat paling bawah tingkat presiden sampai ke tingkat Desa.

Quote
Apakah ada solusi untuk mengedukasi warga agar menolak segala bentuk uang yang ditawarkan?

Sulit, soalnya masalah kita di Masyarakat. kalau tidak di kasih uang itu para pemilih yang datang buat mau milih tidak smpek 20%. Masyarakat kita payahnya luar biasa untuk datang ke TPS, sebenernya kalau Caleg harapannya juga  tidak perlu keluar uang buat fight. tapi kembali lagi masayarakat kita yang masih buta akan politik. Di sisi lain juga terjadi Politik uang bisa terjadi karena caleg bersaing dengan caleg dari partai sendiri atau partai lawan. Dalam caleg satu partai mereka saling berebut suara untuk menjadi yang terbanyak suaranya masih harus bersaing dengan partai lain disinilah yang menjadikan peluang politik uang. Sekarang pilkades saja kalau tidak ada uang 100% para pemilih pasti 80% golput.

Quote
Adakah kemungkinan Money politic ini berakhir di Indonesia?
Meski sulit tapi harus di coba dengan cara membuat UU yang mengatur pembiayaan untuk Demokrasi di tanggung oleh negara, atau kembali lagi ke pemilu tertutup jadi partai yang menentukan DPRnya. Karena selama ada ongkos politik korupsi tidak akan bisa habis.

Tapi bagaimana pun Semoga di tahun politik ini kita memilih bukan karena uang tapi kinerja calon pemimpin. Kita harus bersama-sama menyuarakan penolakan terhadap Politik. Karena sebuah kejahatan yang dilakukan secara terus-menerus akan mengalahkan kebenaran/kebaikan yang didiamkan.
sr. member
Activity: 294
Merit: 433
HODL - BTC
Saya penasaran, mengapa begitu sulit untuk mengedukasi masyarakat agar menolak uang yang nilainya hanya untuk sehari belanja demi 5 tahun?
Saya belum pernah melihat ada edukasi dari pemerintah kepada warga nya untuk kampanyekan "menolak pemberian apapun dari caleg" sehingga akan sulit untuk masyarakat khusus nya untuk orang awam jadi mereka akan memilih uang dan tidak akan memikirkan bagaimana masa depan 5 tahun mendatang dan berpikir itu hanya tidak akan berpengaruh pada nya yang jelas kenyataan manfaat dari caleg yang sudah terpilih tidak ada terkesan perubahan, bahkan menyampaikan aspirasi dari warga nya saja sulit.
Itu yang ane tahu, mungkin kembali ke diri masing masing jika ingin menolak uang, namun kebanyakan dari mereka memanfaatkan situasi sekarang ini.

Apakah ada solusi untuk mengedukasi warga agar menolak segala bentuk uang yang ditawarkan?
Sebenarnya harus ada tindakan tegas dari pemerintah ketika ada yang melaporkan ke BAWASLU tentang money politik, tapi kan kita tahu setiap dari mereka ada laporan misalkan dari caleg yang bagi bagi amplop tidak pernah di tindak lanjuti dengan serius apalagi dari kalangan pemilihan bawah, jadi sulitkan gan sekalipun kita laporkan maka selalu ada teror yang datang dan itu menyeramkan jika terjadi.
Sekali lagi tidak ada edukasi langsung dari pihak pemerintah untuk menolak money politik.

Adakah kemungkinan Money politic ini berakhir di Indonesia?
Menurut ane tidak! Ini seperti telah menjadi turun temurun dan money politik adalah satu alat untuk caleg mendapatkan suara banyak jika tidak caleg tidak akan mendapatkan dukungan dari warga nya, apalagi dengan hanya janji manis visi-misi nya warga tidak akan pernah dengar  omongan nya kecuali uang yang di inginkan, sekali lagi politik ini hanya di jadikan bahan bisnis untuk mereka ketika sudah jadi,
hero member
Activity: 1358
Merit: 538
paper money is going away
Ada yang lebih miris lagi. Di lingkungan ane momen ketika politik mulai memanas, selalu dijadikan metode untuk mencari pemasukan utnuk instansi dengan mengajukan proposal ke beberapa partai politik. Semakin banyak uang yang bisa di keruk dari parpol, semakin di puji. Disini bukan parpol lagi yang nyari pemilih, tetapi malah pemilih yang nyariin parpol-nya. Soalnya orang-orang yang mengajukan proposal, sikapnya bodo amat sama penguasa nantinya, yang penting dapet duid dulu, urusan pemerintah belakangan. Kalau udah begini, ujung-ujungnya adalah rantai korupsi makin panjang.

Kalau mengedukasi lingkungan yang kulturnya adalah orang seperti ini, ane yang minoritas cuma bakal jadi badut mereka seolah-olah apa yang dilakuin mereka itu adalah yang paling menguntungkan. Padahal itu menyangkut jangka panjang negara kedepannya.

Pemerintah sebenernya tahu kalau ini terjadi, tetapi kalau sudah jadi kultur begini, dunia politik negara kita ga lain cuma dijadiin ladang bisnis buat cuan para penguasa dengan korupsinya.
legendary
Activity: 2198
Merit: 1592
hmph..
-snip-
Tidak ada sih, solusinya ya dari hulu, atau dari caleg atau calon yang berkompetisi. kalau mengharapkan masyarakat untuk tidak menerima amplop, sulit, karena bagi mereka: tidak boleh menolak rezeki, apa lagi di dalamnya lembaran merah yang cukup untuk beli beras selama 1 bulan.


Kalau dari calegnya, ini bisa dipatahkan dengan penolakan. Jika sudah ditolak, lama-lama akan berhenti memberikan amplop. Cuma, pandangan "lumayan uang gratis atau rejeki ga boleh ditolak" yang ada pada masyarakat inilah yang membuat sulit untuk dihentikan. lucunya imam mushollah aja ada yang mau nerima, apalagi warga biasa, bener ga  Grin
Tapi, seandainya, kita yang muda dan menolak amplop seperti ini bisa bekerja sama dan menyatukan pemikiran untuk menolak amplop, mungkin bisa berhasil. Sayangnya, pemikiran orang tua "anak baru gede ngerti apa soal beginian" akan selalu membuat kita sulit untuk memberikan kesadaran agar tidak mau nerima uang tersebut. Tapi, saya masih pengen menemukan solusi, walaupun bukan untuk orang banyak, setidaknya untuk keluarga saya saja dulu.
hero member
Activity: 2394
Merit: 512
Leading Crypto Sports Betting & Casino Platform
1. Karena rata-rata masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan lebih banyak dari pada masyarakat kelas menengah ke atas, ada banyak sekali tantangan yang di hadapi untuk mengedukasi masyarakat supaya memiliki prinsip dan moral yang bagus untuk menyikapi dan menolak money politic.

2. Pemerintah seharusnya memperbaiki setidaknya tiga lembaga terlebih dahulu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Masyarakat akan mengikuti dengan sendirinya jika tiga lembaga yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan pemilu tersebut sudah bersikap jujur dan adil.

3. kemungkinan Money politic berakhir di Indonesia pasti ada, namun tidak dalam waktu dekat. Sebab saya kira selama aturan hukum tidak berjalan dengan semestinya hal tersebut sangat sulit bi berantaskan.
full member
Activity: 769
Merit: 108
Yang sedang dibahas di Thread ini sudah lama dilakukan oleh seorang  intelektual yang ada di desa saya, beliau sangat dihormati karena kedermawanannya dan ilmu pengetahuan yang dimiliki diatas rata-rata.
Beliau selalu mengedukasi masyarakat ketika tahun pemilu datang agar tidak salah memilih pemimpin atau wakil rakyat, beliau selalu mengatakan ambil amplopnya, tapi jangan coblos calonnya, tidak apa-apa karena kita tidak meminta amplop sama mereka.

Beliau selalu berada di barisan terdepan dalam mengedukasi masyarakat untuk berhati-hati dalam menjatuhkan pilihan, pemimpin yang baik akan memberi dampak baik pada masyarakat, sedangkan pemimpin yang terlalu berambisi mendapat kekuasaan dengan menghalalkan segala cara akan mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan rakyat.

Politik uang akan berakhir di Indonesia selama masyarakat terbuka hatinya atau dengan kata lain tidak mudah dibeli suaranya dengan sejumlah uang. Di desa saya tidak ada lagi caleg yang berani menjalankan politik uang karena misi mereka tidak pernah berhasil akibat masyarakat sudah pinter dalam menentukan pilihannya.

Memilih pemimpin yang terlalu berambisi untuk mendapatkan kekuasaan tentu mereka akan menempuh berbagaimacam cara untuk bisa mendapatkan kekuasaan tersebut tentu hal ini akan sangat tidak baik saat mereka telah mendapatkan kekuasaan karena mereka tidak akan pernah memikirkan rayat yang mereka pimpin akan tetapi mereka memikirkan bagaimana untuk bisa memperkaya diri mereka sendiri.

Jika semua daerah dapat melakukan seperti yang desa anda lakukan ane rasa kita akan mendapatkan pemimpin yang akan memikirkan nasib banyak orang bukan hanya memikirkan diri mereka sendiri.
hero member
Activity: 2016
Merit: 555
Calon yang menggunakan money politik memang berpotensi melakukan korupsi, bagaimanapun dia harus mengembalikan modal yang telah mereka keluarkan untuk kampanye, dan ya jika mengandalkan gaji dari jabatannya itu tidak akan pernah cukup sampai kapanpun maka keputusan untuk mengambil uang lebih dari proyek/program adalah salah satu cara mereka mengambil keuntungan dari jabatan yang mereka dapatkan.

Ya sering kali ketika kita melaporkan money politik seperti ini ke pihak BAWASLU untuk di tindak lanjuti sering kali di abaikan dan tidak mendapatkan perhatian lebih, terlebih lagi tidak ada pelindungan hukum bagi kita yang melaporkan hal itu yang mungkin memberikan kita bisa di intimidasi dan interpensi oleh timses calon yang kita laporkan.

Sekalipun undang-undang money politik sudah ada dan tampaknya tidak terpengaruh apapun, ini seperti budaya yang juga tidak bisa di lepaskan, dan siapa orang yang tidak tergiur dengan uang walaupun jumlah 50k-100k masa kini, bagi sebagian besar itu jumlah yang lumayan,, beberapa kalimat pernah saya dengar dari para warga "di ambil atau tidaknya uang dari calon olehnya pastinya akan korupsi", kesimpulan itu menunjukan bahwa rata-rata warga sudah memiliki pikiran buruk terhadap siapapun di jajaran politik pada jaman sekarang.

Money politik bisa di hilangkan dari tanah ini jika penegakan hukumnya jelas dan kuat, orang  yang melaporkannya mendapatkan perlindungan hukum, sehingga misalkan saya yang melaporkan tindak money politik akan merasa aman karena mendapatkan perlindungan hukum. IMO
sr. member
Activity: 476
Merit: 254
Saya sependapat dengan agan-agan, bahwa politik uang ini hanya akan laku dikalangan masyarakat yang ekonomi nya rendah alias miskin dan tingkat pendidikannya rendah alias bodoh.
Maka pemimpin seperti ini jika terpilih dia akan cenderung mempertahankan kemiskinan dan kebodohan.
Dia tidak akan mendorong masyarakat nya untuk berpendidikan tinggi dan memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat nya agar masyarakatnya punya pekerjaan.
Dia akan lebih senang memberikan masyarakatnya sumbangan dan bantuan terus.
Tahap ekonomi nya gitu-gitu aja ga maju-maju.
Kalau mau berubah pilihlah pemimpin yang memberikan kita Ide, Gagasan bagaimana kita bisa mandiri.
kebetulan ane tinggal di pedesaan Kab. Natuna yang mana mayoritas nya sebagai nelayan ya bisa di bilang mayoritas nya miskin lah. Memang banyak dari calon mengincar kalangan bawah (miskin), mereka pikir gampang untuk di iming-iming kalau misalkan calon jadi, desa akan begini akan begitu biasalah angin angin surga .
Setau saya Desa itu sudah ada plan nya di setiap anggaran tahunan. Dan balik lagi setiap individu orang miskin tersebut bukan gampang untuk di kelabui, mereka pasti mempunyai akal sehat yang mana , yang baik atau ambisi untuk memperoleh kekuasaan dari para calon tersebut.
Bukan mempertahankan kemiskinan, yang ada gimana cara nya modal nyalon maren harus balik, dan harus untung selama menjabat. Biasanya orang kalau dah jadi apalagi nebar sana nebar sini biasanya kacang lupa kulitnya. Kalau saya kurang sependapat jika masyarakat tidak di dorong untuk berpendidikan tinggi, justru bupati setempat pernah mengatakan dalam pidatonya jika ada anak yang mempunyai potensi dalam sekolah nya dan kategorinya tidak mampu untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya lapor langsung ke saya, atau lewat instansi yang sudah di tunjuk. kebetulan saudara saya selepas SMA di beri masukan dan arahan kepada kepala sekolah setempat dan Alhamdulillah nya di terima di jakarta, biaya gratis hingga lulus dan ada biaya masukan di rekening di setiap semester nya.
member
Activity: 89
Merit: 38
Fenomena yang selalu mengemuka. Hal ini karena uang memang merupakan alat yg sangat signifikan untuk menguasai sumber daya manusia.
Politik uang ini sudah menjadi kebiasaan yang melekat jika dilihat dari sejarah sebenarnya sudah ada dari jaman kolonalisme para penjajah menyuap pribumi.

Saya sependapat dengan agan-agan, bahwa politik uang ini hanya akan laku dikalangan masyarakat yang ekonomi nya rendah alias miskin dan tingkat pendidikannya rendah alias bodoh.
Maka pemimpin seperti ini jika terpilih dia akan cenderung mempertahankan kemiskinan dan kebodohan.
Dia tidak akan mendorong masyarakat nya untuk berpendidikan tinggi dan memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat nya agar masyarakatnya punya pekerjaan.
Dia akan lebih senang memberikan masyarakatnya sumbangan dan bantuan terus.
Tahap ekonomi nya gitu-gitu aja ga maju-maju.
Kalau mau berubah pilihlah pemimpin yang memberikan kita Ide, Gagasan bagaimana kita bisa mandiri.
Pages:
Jump to: