Pages:
Author

Topic: "Ideologi dan Neo-Imperialisme" memahami Dunia Bitcoin - page 2. (Read 971 times)

jr. member
Activity: 490
Merit: 2
menurut ane memhami bitcoin tidak dibatasi kepada orang tertentu saja tidak semestinya harus berpendidikan formal yang terpenting adalah dalam menekuni bitcoin harus  bisa membaca terus menekuni serta memahami dan adanya minat mau belajar terus dapat megerti dan memahami cara berinvestasi di bitcoin dan megembangkan sehingga dapat keutungan dan hasil yang memuaskan dari bitcoin tersebut.
sr. member
Activity: 1414
Merit: 259
Undeads.com - P2E Runner Game
Untuk menekuni bitcoin ini tidak perlu orang yang berpendidikan gan asalkan bukan orang awam saja,belajar bitcoin orang bodoh pun bisa asalkan bisa membaca,pinter dalam menggunakan android atau pun laptop kalau itu bisa berarti udah bisa belajar bitcoin

Benar sekali gan asalkan kita mempunyai niat dan kemauan yang tinggi untuk mempelajarinya pasti juga akan mampu untuk menangkap semua isi dalam Crypto meski kesanya di internet dan hanya untuk orang yang intelek namun faktanya semua orang juga pasti mampu asalkan mereka mau masuk ke dalamnyanya , rata-rata orang hanya melihat luarnya saja dan sudah merasa tidak mampu maka selamanya tidak akan mampu meski itu orang yang berpendidikan.
member
Activity: 1540
Merit: 22
Untuk menekuni bitcoin ini tidak perlu orang yang berpendidikan gan asalkan bukan orang awam saja,belajar bitcoin orang bodoh pun bisa asalkan bisa membaca,pinter dalam menggunakan android atau pun laptop kalau itu bisa berarti udah bisa belajar bitcoin
newbie
Activity: 140
Merit: 0
Pendidikan yang universal dapam memahami situs ini, dengan adanya bitcoin semakin tinggi atau banyak yang ambisi dalam mengejar coin coin tersebut, nah kemudian di antaranya banyak juga terbagi situs situs di dalam memahami dunia nyata pebghasilan uang demi imbalan, sehingga banyak juga manusia yang mempunyai impian sehingga menjadi nyata.
jr. member
Activity: 112
Merit: 1
Decentralize $15-Trillion Global Trade Industry
Saya rasa untuk memahami bitcoin  tidak mesti berpendidikan formal yang tinggi karena realitanya banyak yang telah mendapatkan keuntungan dari bitcoin yang belum sempat mengikuti pendidikan yang tinggi, hanya saja bagi bitcoiners harus memahami pengetahuan yang bersifat investasi cryptocurrency, dan bekerja keras juga menjadi faktor utama untuk mencapai keberhasilan
newbie
Activity: 92
Merit: 0
"Ideologi dan Neo-Imperialisme" memahami Dunia Bitcoin

Pendapat saya : Idiologi merupakan hal yang sangat determinan dalam kehidupan. Bagaimana tidak, dalam kehidupan sehari-sehari baik dari pola berperilaku maupun pola berpikir, kita tidak akan terlepas dari pengaruh struktur idiologi yang mendominasi. Sebuah perumpamaan, sekolah dan ijazah (dalam memahami perkembangan bitcoin)

Fakta di lapangan di kalangan sosial bermasyarakat mengatakan, bahwa tanpa bersekolah dan ijaazah, manusia akan menjadi makhluk bodoh, miskin, bahkan diklaim sebagai makhluk tergolong "primitif" dan tidak bisa menjalankan atau bekerja, apalagi investasi dibitcoin. Sehingga banyak manusia berlomba-lomba saling mengejar selembar kertas bernama ijazah di jenjang pendidikan setinggi mungkin supaya menjadi manusia pintar, kaya, berpangkat, bermartabat dan beradab.

Disadari atau tidak, hal ini akan mengakibatkan 2 konsekuensi. Pertama, tanpa bersekolah, manusia akan menjadi bodoh. Kedua, sekolah menjadi perlombaan untuk mengejar ijazah agar mendapat pekerjaan dan pangkat yang layak.

Jika kita cermati, 2 konsekuensi ini tampak sangat paradoksal. Kenapa, karena bagai mana mungkin sekolah yang dipercaya sebagai tempat menjadikan manusia berilmu, termarginalkan menjadi tempat kontestasi perebutan ijazah agar mendapatkan pangkat dan pekerjaan. Sehingga, sekolah tak lagi dijadikan tempat mendidik manusia agar mencari ilmu secara serius.

Lebih jauh, sekolah kini merupakan kontestasi media pencari pekerjaan. Maka tak heran semisal Agus Sunyoto mengatakan, SEKOLAH IALAH AJANG PEMBODOHAN. Karena kini ia menjadi tempat berlomba untuk mendapatkan pekerjaan, berburu nilai dan IPK setinggi mungkin. Bukan tempat yang secara serius mengajarkan peserta didiknya mendapat ilmu dan pelajaran.

Tidak hanya berhenti sampai di sana, hasil bersekolah berupa ijazah merupakan barometer "kepintaran" dan kesuksesan. Tentunya hal ini menjadi diskursus mitos-mitos baru sebagai konsekuesi modernitas (meminjam bahasa Max Horkheimer dan Teodor W. Adorno dalam bukunya Der Dialectic Aufklarung).
Kepercayaan (kesadaran) selayang pandang seputar sekolah dan ijazah di atas, merupakan fenomena kesadaran palsu, yang tak lain adalah dampak dari kesadaran yang terkonstruk sekaligus tertanam dalam struktur ideologi yang mendominasi.

Ada hal menarik saat membincang Ideologi dan kesadaran palsu. Namun, perbincangan kita hari ini kita batasi kepada salah seorang tokoh marxis-strukturalis, Louis Althusser. Di mana pemikirannya mendekonstruksi (membongkar, menelenjangi) idiologi yang mengakar mapan dalam kehidupan.

Lebih jelas Althusser mengatakan, idiologi merupakan penindasan baru di abad dewasa ini (post-kolonialisme dan post-kapitalisme). Di sisi lain, idiologi lumrahnya juga dapat dikatakan penggerak sejarah. Membedai dengan Karl Marx, jika dia mengatakan bahwa determinasi penggerak sejarah, sangat dipengaruhi oleh penguasaan akan hal-hal bersifat materialistis. "Simple"nya, materi adalah penggerak sejarah. Maka, Louis Althusser berpendapat lain. Bahwa, sejarah bukanlah digerakkan oleh segala perihal perebutan materi. Melainkan, sejarah digerakkan oleh struktur idiologi yang mendominasi.

Idiologi inilah yang menjadi faktor determinan dalam menggerakkan manusia berpikir dan berperilaku. Tak terkecuali perebutan hal-hal bersifat materialistis.

Dalam bukunya, Filsafat Sebagai Senjata Revolusi, merupakan salah satu cara yang ditawarkan oleh Althusser untuk mendekonstruksi idiologi-idiologi yang mengakar. Secara ringkas Althusser berpendapat, penanaman idiologi ditanamkan oleh 2 model. Pertama, Aparatus Negara (institusi, polisi, tentara dsb), yang mana dalam hal ini, ia menanamkan idiologi bertendensi kepada hal represif.

Kedua, Aparatus Idiologi Negara (pendidikan, keluarga, media massa, masyarakat dsb), yang mencoba menanamkan struktur ideologi secara halus dan menyerang secara ketaksadaran.

Ketikkan pesan...
bagaimana menurut master. Apakah menjalankan bitcoin harus orang pendidikan ?
terjadi dikota saya
kalo yang dimaksud agan pendidikan disini adalah pendidikan formal, menurut saya tidak perlu seseorang menjalankan bitcoin ini harus seorang yang bertitel sarjana atau lainnya, tapi pendidikan disini bermakna lebih luas, saya rasa memang orang yang menjalankan bitcoin haruslah orang berpendidikan yang artinya sebelum orang ini terjun menjalankan bitcoin itu harus mempunyai pengetahuan tentang bitcoin ini, karena tanpa dibarengi dengan pengetahuan tentang bitcoin saya rasa akan mustahil untuk berhasil.
jr. member
Activity: 182
Merit: 1
Menurut saya, tentang pemahaman dunia bitcoin tidak mesti orang berpendidikan tinggi yang ilmunya khusus dibidang keuangan, tidak harus seperti itu. Asal kita mau berusaha membaca dan mengkaji tentang dunia bitcoin bisa saja, apalagi kini jamannya sudah maju jaringan internet sudah ada di sentauro pelosok negeri jadi tinggal buka di google dan baca baca kemudian pahami setiap persoalan yang kita mau
member
Activity: 616
Merit: 10
Menurut ane gak ada relevansinya antara orang yang bergelut di bitcoin harus yang berpendidikan dahulu, karena menurut ane kasarnya tidak berpendidikan atau dengan kata lain tidak mempunyai ijazah bisa saja lebih sukses dibandingkan yang tidak memiliki ijazah karena perbedaan kemauan ataupun skill diantara keduanya kemudian yang sekolah/kuliah rata2 mereka tidak mengambil ilmunya secara benar tapi kebanyakan hanya mendapatkan ijazah atau gelar
newbie
Activity: 98
Merit: 0
"Ideologi dan Neo-Imperialisme" memahami Dunia Bitcoin

Pendapat saya : Idiologi merupakan hal yang sangat determinan dalam kehidupan. Bagaimana tidak, dalam kehidupan sehari-sehari baik dari pola berperilaku maupun pola berpikir, kita tidak akan terlepas dari pengaruh struktur idiologi yang mendominasi. Sebuah perumpamaan, sekolah dan ijazah (dalam memahami perkembangan bitcoin)

Fakta di lapangan di kalangan sosial bermasyarakat mengatakan, bahwa tanpa bersekolah dan ijaazah, manusia akan menjadi makhluk bodoh, miskin, bahkan diklaim sebagai makhluk tergolong "primitif" dan tidak bisa menjalankan atau bekerja, apalagi investasi dibitcoin. Sehingga banyak manusia berlomba-lomba saling mengejar selembar kertas bernama ijazah di jenjang pendidikan setinggi mungkin supaya menjadi manusia pintar, kaya, berpangkat, bermartabat dan beradab.

Disadari atau tidak, hal ini akan mengakibatkan 2 konsekuensi. Pertama, tanpa bersekolah, manusia akan menjadi bodoh. Kedua, sekolah menjadi perlombaan untuk mengejar ijazah agar mendapat pekerjaan dan pangkat yang layak.

Jika kita cermati, 2 konsekuensi ini tampak sangat paradoksal. Kenapa, karena bagai mana mungkin sekolah yang dipercaya sebagai tempat menjadikan manusia berilmu, termarginalkan menjadi tempat kontestasi perebutan ijazah agar mendapatkan pangkat dan pekerjaan. Sehingga, sekolah tak lagi dijadikan tempat mendidik manusia agar mencari ilmu secara serius.

Lebih jauh, sekolah kini merupakan kontestasi media pencari pekerjaan. Maka tak heran semisal Agus Sunyoto mengatakan, SEKOLAH IALAH AJANG PEMBODOHAN. Karena kini ia menjadi tempat berlomba untuk mendapatkan pekerjaan, berburu nilai dan IPK setinggi mungkin. Bukan tempat yang secara serius mengajarkan peserta didiknya mendapat ilmu dan pelajaran.

Tidak hanya berhenti sampai di sana, hasil bersekolah berupa ijazah merupakan barometer "kepintaran" dan kesuksesan. Tentunya hal ini menjadi diskursus mitos-mitos baru sebagai konsekuesi modernitas (meminjam bahasa Max Horkheimer dan Teodor W. Adorno dalam bukunya Der Dialectic Aufklarung).
Kepercayaan (kesadaran) selayang pandang seputar sekolah dan ijazah di atas, merupakan fenomena kesadaran palsu, yang tak lain adalah dampak dari kesadaran yang terkonstruk sekaligus tertanam dalam struktur ideologi yang mendominasi.

Ada hal menarik saat membincang Ideologi dan kesadaran palsu. Namun, perbincangan kita hari ini kita batasi kepada salah seorang tokoh marxis-strukturalis, Louis Althusser. Di mana pemikirannya mendekonstruksi (membongkar, menelenjangi) idiologi yang mengakar mapan dalam kehidupan.

Lebih jelas Althusser mengatakan, idiologi merupakan penindasan baru di abad dewasa ini (post-kolonialisme dan post-kapitalisme). Di sisi lain, idiologi lumrahnya juga dapat dikatakan penggerak sejarah. Membedai dengan Karl Marx, jika dia mengatakan bahwa determinasi penggerak sejarah, sangat dipengaruhi oleh penguasaan akan hal-hal bersifat materialistis. "Simple"nya, materi adalah penggerak sejarah. Maka, Louis Althusser berpendapat lain. Bahwa, sejarah bukanlah digerakkan oleh segala perihal perebutan materi. Melainkan, sejarah digerakkan oleh struktur idiologi yang mendominasi.

Idiologi inilah yang menjadi faktor determinan dalam menggerakkan manusia berpikir dan berperilaku. Tak terkecuali perebutan hal-hal bersifat materialistis.

Dalam bukunya, Filsafat Sebagai Senjata Revolusi, merupakan salah satu cara yang ditawarkan oleh Althusser untuk mendekonstruksi idiologi-idiologi yang mengakar. Secara ringkas Althusser berpendapat, penanaman idiologi ditanamkan oleh 2 model. Pertama, Aparatus Negara (institusi, polisi, tentara dsb), yang mana dalam hal ini, ia menanamkan idiologi bertendensi kepada hal represif.

Kedua, Aparatus Idiologi Negara (pendidikan, keluarga, media massa, masyarakat dsb), yang mencoba menanamkan struktur ideologi secara halus dan menyerang secara ketaksadaran.

Ketikkan pesan...
bagaimana menurut master. Apakah menjalankan bitcoin harus orang pendidikan ?
terjadi dikota saya
Tulisannya panjang, kutipan2nya juga lumayan banyak. Cuma sepertinya dikutip utk mengarah pada suatu kesimpulan umum, sekolah itu ga penting, toh ada org yg sukses tanpa sekolah tinggi. Pun menjalankan bitcoin tanpa sekolah tinggi pun, faktanya ada yg bisa. Mungkin seperti itu hipotesa yg akan ditawarkan. Tp maaf, saya tidak setuju. Pertama, belajar tidak semata utk disiapkan utk kerja. Sekolah itu kan belajar, cm pk standar (grade), sehingga ada kesimpulan di akhit proses, oh anak ini berhasil atau tidak, divisualkan lewat angka (nilai). Org belajar tanpa sekolah pun ga masalah, tapi gimana dia mengukur hasil belajarnya?? Orang tanpa sekolah bisa sukses. Bener, memang ada. Tp perbandingannya brp persen dr sample anak yg sama2 tdk sekolah juga?? Yg tdk sekolah dan tdk sukses, juga jauh lbh banyak. Menjalankan bitcoin tanpa sekolah pun juga bisa, yg penting bs online dan baca tulis. Tp bitcoin itu butuh pengembangan, ga stuck disini saja. Dan itu butuh point of view dr berbagai ilmu; kl ga belajat, gmn caranya??
full member
Activity: 434
Merit: 100
GIGZI
menurutku pemahaman dunia bitcoin itu tergantung dari diri kita sendiri, ketika kita menginginkan sesuatu kita harus mempelajarinya dengan baik, maka seuatu yg kita inginkan akan tercapai, namun jika kita menginginkan sesuatu tapi merasa masa bodo dengan mempelajari dasarNya maka kita tidak akan pernah mengerti apa itu bitcoin, Smiley
newbie
Activity: 134
Merit: 0
tidak harus orang yang berpendidikan gan. yang penting orang tersebut memiliki penalaran yang baik terhadap forum ini dan tentunya niat atau semangat untuk bisa menguasai ilmu yang ada di forum ini. tapi menurut saya sistem merit ini akan jadi pembeda antara orang yang sudah memahami forum ini dan mana orang yang masih belum terlalu paham. 

benar gan, saya sependapat dengan agan, tidak perlu harus berpendidikan untuk bergabung di bitcoin, apalagi tidak aturan jika bergabung di bitcoin harus punya pendidikan, yang penting bagi siapa saja yang bergabung di bitcoin mempunyai semangat dan niat untuk belajar agar bisa menguasai ilmu tentang bitcoin agar mencapai kesuksesan

setuju sekali, di jaman yang semakin maju ini belajar bisa didapatkan dari berbagai cara, terutama media sosial, asalkan memiliki semangat untuk belajar, memperdalam ilmu, rasa ingin tau yang besar dan terus berusaha agar bisa sukses menguasai ilmu bitcoin dan cryptocurrency.
full member
Activity: 462
Merit: 100
Kalau soal pendidikan memang perlu gan, setidaknya kita bisa membaca dan memahami semua tata cara, bekrja diforum bitcoin,
Cuman tidak mesti kita berpendidikan yang tidak, seperti bekerja yang nyata, kita disini hanya perlu keyakinan dan mencari pengalaman dari user yang lain.
member
Activity: 207
Merit: 10
Kalau menurut saya gan, kita untuk mendapatkan hasil dari bitcoin tidak perlu yang berpendidikan tinggi gan,
Cukuplah untuk kita bisa membaca dan yakin belajar supaya kita bisa pelajari caranya yang lebih baik, agar bisa mendapatkan yang terbaik,intinya yang penting semangat.
member
Activity: 294
Merit: 10
Kalau menurut ane pribadii tidak harus orang yang mempunyai pendidikan tinggi untuk terjun ke forum ini, hanya dibutuhkan nalar dan filing dan rasa ingin berusaha, untuk sistem merid saya rasa sudah benar dan kita juga bisa membedakan mana yang sudah mengerti dan bekum mengerti tentang forum ini
newbie
Activity: 140
Merit: 0
"Ideologi dan Neo-Imperialisme" memahami Dunia Bitcoin

Pendapat saya : Idiologi merupakan hal yang sangat determinan dalam kehidupan. Bagaimana tidak, dalam kehidupan sehari-sehari baik dari pola berperilaku maupun pola berpikir, kita tidak akan terlepas dari pengaruh struktur idiologi yang mendominasi. Sebuah perumpamaan, sekolah dan ijazah (dalam memahami perkembangan bitcoin)

Fakta di lapangan di kalangan sosial bermasyarakat mengatakan, bahwa tanpa bersekolah dan ijaazah, manusia akan menjadi makhluk bodoh, miskin, bahkan diklaim sebagai makhluk tergolong "primitif" dan tidak bisa menjalankan atau bekerja, apalagi investasi dibitcoin. Sehingga banyak manusia berlomba-lomba saling mengejar selembar kertas bernama ijazah di jenjang pendidikan setinggi mungkin supaya menjadi manusia pintar, kaya, berpangkat, bermartabat dan beradab.

Disadari atau tidak, hal ini akan mengakibatkan 2 konsekuensi. Pertama, tanpa bersekolah, manusia akan menjadi bodoh. Kedua, sekolah menjadi perlombaan untuk mengejar ijazah agar mendapat pekerjaan dan pangkat yang layak.

Jika kita cermati, 2 konsekuensi ini tampak sangat paradoksal. Kenapa, karena bagai mana mungkin sekolah yang dipercaya sebagai tempat menjadikan manusia berilmu, termarginalkan menjadi tempat kontestasi perebutan ijazah agar mendapatkan pangkat dan pekerjaan. Sehingga, sekolah tak lagi dijadikan tempat mendidik manusia agar mencari ilmu secara serius.

Lebih jauh, sekolah kini merupakan kontestasi media pencari pekerjaan. Maka tak heran semisal Agus Sunyoto mengatakan, SEKOLAH IALAH AJANG PEMBODOHAN. Karena kini ia menjadi tempat berlomba untuk mendapatkan pekerjaan, berburu nilai dan IPK setinggi mungkin. Bukan tempat yang secara serius mengajarkan peserta didiknya mendapat ilmu dan pelajaran.

Tidak hanya berhenti sampai di sana, hasil bersekolah berupa ijazah merupakan barometer "kepintaran" dan kesuksesan. Tentunya hal ini menjadi diskursus mitos-mitos baru sebagai konsekuesi modernitas (meminjam bahasa Max Horkheimer dan Teodor W. Adorno dalam bukunya Der Dialectic Aufklarung).
Kepercayaan (kesadaran) selayang pandang seputar sekolah dan ijazah di atas, merupakan fenomena kesadaran palsu, yang tak lain adalah dampak dari kesadaran yang terkonstruk sekaligus tertanam dalam struktur ideologi yang mendominasi.

Ada hal menarik saat membincang Ideologi dan kesadaran palsu. Namun, perbincangan kita hari ini kita batasi kepada salah seorang tokoh marxis-strukturalis, Louis Althusser. Di mana pemikirannya mendekonstruksi (membongkar, menelenjangi) idiologi yang mengakar mapan dalam kehidupan.

Lebih jelas Althusser mengatakan, idiologi merupakan penindasan baru di abad dewasa ini (post-kolonialisme dan post-kapitalisme). Di sisi lain, idiologi lumrahnya juga dapat dikatakan penggerak sejarah. Membedai dengan Karl Marx, jika dia mengatakan bahwa determinasi penggerak sejarah, sangat dipengaruhi oleh penguasaan akan hal-hal bersifat materialistis. "Simple"nya, materi adalah penggerak sejarah. Maka, Louis Althusser berpendapat lain. Bahwa, sejarah bukanlah digerakkan oleh segala perihal perebutan materi. Melainkan, sejarah digerakkan oleh struktur idiologi yang mendominasi.

Idiologi inilah yang menjadi faktor determinan dalam menggerakkan manusia berpikir dan berperilaku. Tak terkecuali perebutan hal-hal bersifat materialistis.

Dalam bukunya, Filsafat Sebagai Senjata Revolusi, merupakan salah satu cara yang ditawarkan oleh Althusser untuk mendekonstruksi idiologi-idiologi yang mengakar. Secara ringkas Althusser berpendapat, penanaman idiologi ditanamkan oleh 2 model. Pertama, Aparatus Negara (institusi, polisi, tentara dsb), yang mana dalam hal ini, ia menanamkan idiologi bertendensi kepada hal represif.

Kedua, Aparatus Idiologi Negara (pendidikan, keluarga, media massa, masyarakat dsb), yang mencoba menanamkan struktur ideologi secara halus dan menyerang secara ketaksadaran.

Ketikkan pesan...
bagaimana menurut master. Apakah menjalankan bitcoin harus orang pendidikan ?
terjadi dikota saya

Saya rasa tidak masalah dengan orang yang harus pendidikan gan. Ketika orang benar-benar sudah memahami dan mengerti tentang bitcoin ini dia selalu membaca berita tentang bitcoin. Dengan cara tidak langsung dia sudah paham bagaimana cara kerjanya di Bitcoin ini gan. Kecuali maaf cakap ini gan, orang yang buta huruf, otomatis tidak bisa menjadi bitcoiner.
member
Activity: 490
Merit: 10
"Ideologi dan Neo-Imperialisme" memahami Dunia Bitcoin

Pendapat saya : Idiologi merupakan hal yang sangat determinan dalam kehidupan. Bagaimana tidak, dalam kehidupan sehari-sehari baik dari pola berperilaku maupun pola berpikir, kita tidak akan terlepas dari pengaruh struktur idiologi yang mendominasi. Sebuah perumpamaan, sekolah dan ijazah (dalam memahami perkembangan bitcoin)

Fakta di lapangan di kalangan sosial bermasyarakat mengatakan, bahwa tanpa bersekolah dan ijaazah, manusia akan menjadi makhluk bodoh, miskin, bahkan diklaim sebagai makhluk tergolong "primitif" dan tidak bisa menjalankan atau bekerja, apalagi investasi dibitcoin. Sehingga banyak manusia berlomba-lomba saling mengejar selembar kertas bernama ijazah di jenjang pendidikan setinggi mungkin supaya menjadi manusia pintar, kaya, berpangkat, bermartabat dan beradab.

Disadari atau tidak, hal ini akan mengakibatkan 2 konsekuensi. Pertama, tanpa bersekolah, manusia akan menjadi bodoh. Kedua, sekolah menjadi perlombaan untuk mengejar ijazah agar mendapat pekerjaan dan pangkat yang layak.

Jika kita cermati, 2 konsekuensi ini tampak sangat paradoksal. Kenapa, karena bagai mana mungkin sekolah yang dipercaya sebagai tempat menjadikan manusia berilmu, termarginalkan menjadi tempat kontestasi perebutan ijazah agar mendapatkan pangkat dan pekerjaan. Sehingga, sekolah tak lagi dijadikan tempat mendidik manusia agar mencari ilmu secara serius.

Lebih jauh, sekolah kini merupakan kontestasi media pencari pekerjaan. Maka tak heran semisal Agus Sunyoto mengatakan, SEKOLAH IALAH AJANG PEMBODOHAN. Karena kini ia menjadi tempat berlomba untuk mendapatkan pekerjaan, berburu nilai dan IPK setinggi mungkin. Bukan tempat yang secara serius mengajarkan peserta didiknya mendapat ilmu dan pelajaran.

Tidak hanya berhenti sampai di sana, hasil bersekolah berupa ijazah merupakan barometer "kepintaran" dan kesuksesan. Tentunya hal ini menjadi diskursus mitos-mitos baru sebagai konsekuesi modernitas (meminjam bahasa Max Horkheimer dan Teodor W. Adorno dalam bukunya Der Dialectic Aufklarung).
Kepercayaan (kesadaran) selayang pandang seputar sekolah dan ijazah di atas, merupakan fenomena kesadaran palsu, yang tak lain adalah dampak dari kesadaran yang terkonstruk sekaligus tertanam dalam struktur ideologi yang mendominasi.

Ada hal menarik saat membincang Ideologi dan kesadaran palsu. Namun, perbincangan kita hari ini kita batasi kepada salah seorang tokoh marxis-strukturalis, Louis Althusser. Di mana pemikirannya mendekonstruksi (membongkar, menelenjangi) idiologi yang mengakar mapan dalam kehidupan.

Lebih jelas Althusser mengatakan, idiologi merupakan penindasan baru di abad dewasa ini (post-kolonialisme dan post-kapitalisme). Di sisi lain, idiologi lumrahnya juga dapat dikatakan penggerak sejarah. Membedai dengan Karl Marx, jika dia mengatakan bahwa determinasi penggerak sejarah, sangat dipengaruhi oleh penguasaan akan hal-hal bersifat materialistis. "Simple"nya, materi adalah penggerak sejarah. Maka, Louis Althusser berpendapat lain. Bahwa, sejarah bukanlah digerakkan oleh segala perihal perebutan materi. Melainkan, sejarah digerakkan oleh struktur idiologi yang mendominasi.

Idiologi inilah yang menjadi faktor determinan dalam menggerakkan manusia berpikir dan berperilaku. Tak terkecuali perebutan hal-hal bersifat materialistis.

Dalam bukunya, Filsafat Sebagai Senjata Revolusi, merupakan salah satu cara yang ditawarkan oleh Althusser untuk mendekonstruksi idiologi-idiologi yang mengakar. Secara ringkas Althusser berpendapat, penanaman idiologi ditanamkan oleh 2 model. Pertama, Aparatus Negara (institusi, polisi, tentara dsb), yang mana dalam hal ini, ia menanamkan idiologi bertendensi kepada hal represif.

Kedua, Aparatus Idiologi Negara (pendidikan, keluarga, media massa, masyarakat dsb), yang mencoba menanamkan struktur ideologi secara halus dan menyerang secara ketaksadaran.

Ketikkan pesan...
bagaimana menurut master. Apakah menjalankan bitcoin harus orang pendidikan ?
terjadi dikota saya

tidak juga siapa saja bisa menjalan kan bitcoin,tergantung dari orang tersebut mau tidak nya menekuni atau mendalami cryptocurrency terssebut..kunci nya tekun belajar dan mendalam nya dan yakin,dan tidak mudah putus asa,itu aja sih gan menurut ane,sekolah itu nggak menjamin.
member
Activity: 238
Merit: 11
"Ideologi dan Neo-Imperialisme" memahami Dunia Bitcoin

Pendapat saya : Idiologi merupakan hal yang sangat determinan dalam kehidupan. Bagaimana tidak, dalam kehidupan sehari-sehari baik dari pola berperilaku maupun pola berpikir, kita tidak akan terlepas dari pengaruh struktur idiologi yang mendominasi. Sebuah perumpamaan, sekolah dan ijazah (dalam memahami perkembangan bitcoin)

Fakta di lapangan di kalangan sosial bermasyarakat mengatakan, bahwa tanpa bersekolah dan ijaazah, manusia akan menjadi makhluk bodoh, miskin, bahkan diklaim sebagai makhluk tergolong "primitif" dan tidak bisa menjalankan atau bekerja, apalagi investasi dibitcoin. Sehingga banyak manusia berlomba-lomba saling mengejar selembar kertas bernama ijazah di jenjang pendidikan setinggi mungkin supaya menjadi manusia pintar, kaya, berpangkat, bermartabat dan beradab.

Disadari atau tidak, hal ini akan mengakibatkan 2 konsekuensi. Pertama, tanpa bersekolah, manusia akan menjadi bodoh. Kedua, sekolah menjadi perlombaan untuk mengejar ijazah agar mendapat pekerjaan dan pangkat yang layak.

Jika kita cermati, 2 konsekuensi ini tampak sangat paradoksal. Kenapa, karena bagai mana mungkin sekolah yang dipercaya sebagai tempat menjadikan manusia berilmu, termarginalkan menjadi tempat kontestasi perebutan ijazah agar mendapatkan pangkat dan pekerjaan. Sehingga, sekolah tak lagi dijadikan tempat mendidik manusia agar mencari ilmu secara serius.

Lebih jauh, sekolah kini merupakan kontestasi media pencari pekerjaan. Maka tak heran semisal Agus Sunyoto mengatakan, SEKOLAH IALAH AJANG PEMBODOHAN. Karena kini ia menjadi tempat berlomba untuk mendapatkan pekerjaan, berburu nilai dan IPK setinggi mungkin. Bukan tempat yang secara serius mengajarkan peserta didiknya mendapat ilmu dan pelajaran.

Tidak hanya berhenti sampai di sana, hasil bersekolah berupa ijazah merupakan barometer "kepintaran" dan kesuksesan. Tentunya hal ini menjadi diskursus mitos-mitos baru sebagai konsekuesi modernitas (meminjam bahasa Max Horkheimer dan Teodor W. Adorno dalam bukunya Der Dialectic Aufklarung).
Kepercayaan (kesadaran) selayang pandang seputar sekolah dan ijazah di atas, merupakan fenomena kesadaran palsu, yang tak lain adalah dampak dari kesadaran yang terkonstruk sekaligus tertanam dalam struktur ideologi yang mendominasi.

Ada hal menarik saat membincang Ideologi dan kesadaran palsu. Namun, perbincangan kita hari ini kita batasi kepada salah seorang tokoh marxis-strukturalis, Louis Althusser. Di mana pemikirannya mendekonstruksi (membongkar, menelenjangi) idiologi yang mengakar mapan dalam kehidupan.

Lebih jelas Althusser mengatakan, idiologi merupakan penindasan baru di abad dewasa ini (post-kolonialisme dan post-kapitalisme). Di sisi lain, idiologi lumrahnya juga dapat dikatakan penggerak sejarah. Membedai dengan Karl Marx, jika dia mengatakan bahwa determinasi penggerak sejarah, sangat dipengaruhi oleh penguasaan akan hal-hal bersifat materialistis. "Simple"nya, materi adalah penggerak sejarah. Maka, Louis Althusser berpendapat lain. Bahwa, sejarah bukanlah digerakkan oleh segala perihal perebutan materi. Melainkan, sejarah digerakkan oleh struktur idiologi yang mendominasi.

Idiologi inilah yang menjadi faktor determinan dalam menggerakkan manusia berpikir dan berperilaku. Tak terkecuali perebutan hal-hal bersifat materialistis.

Dalam bukunya, Filsafat Sebagai Senjata Revolusi, merupakan salah satu cara yang ditawarkan oleh Althusser untuk mendekonstruksi idiologi-idiologi yang mengakar. Secara ringkas Althusser berpendapat, penanaman idiologi ditanamkan oleh 2 model. Pertama, Aparatus Negara (institusi, polisi, tentara dsb), yang mana dalam hal ini, ia menanamkan idiologi bertendensi kepada hal represif.

Kedua, Aparatus Idiologi Negara (pendidikan, keluarga, media massa, masyarakat dsb), yang mencoba menanamkan struktur ideologi secara halus dan menyerang secara ketaksadaran.

Ketikkan pesan...
bagaimana menurut master. Apakah menjalankan bitcoin harus orang pendidikan ?
terjadi dikota saya

saya berpendapat bahwa pendidikan itu sangat perlu untuk terjun kedunia bitcoin,  sebab bitcoin memerlukan pemahaman yang tinggi,  misalnya :
1. trading : disini kita butuh memahami bagaimana cara kita untuk trading,  kalau tidak paham orang tersebut akan rugi..  sebab kalau market sedang terjun bebas,  orang tersebut akan kebingungan dan pasti menganggap negatif tentang bitcoin.
2. bitcointalk.: di bitcointalk ini merupakan tempat menukar informasi,  dimana setiap member di tuntut membuat post kontruktif /membangun,  yang berarti post yang bermanfaat. kalau tidak berpendidikan belum tentu bisa,  ujung ujungnya buat post scam ( copy paste)
3. mining : mining membutuhkan ilmu tentang komputer yang tinggi,  kalau tidak berpendidikan pasti tidak akan mampu
4. lending : banyak orang yang berpendidikan terjun ke lending untuk mendapat hasil yang lebih,  tetapi di lending banyak yang scam ( tidak menyarankan lending)

mungkin ini yang masih saya ketahui

untuk master semua,  kalau ada yang salah dan kurang mohon di koreksi.  terimakasih dan semoga bermanfaat
member
Activity: 294
Merit: 25
Menurut saya dalam menjalankan bitcoin tak perlu juga orang yg berpendidikan tinggi, karena belum tentu orang yang berpendidikan tinggi dia bisa berkembang, banyak juga yang malah jadi menutup diri. Jadi tidak tahu dengan dunia luar, ataupun dunia tradisi. Bagi saya, pengalaman adalah guru. Siapapun bisa menjalankan bitcoin asal dia mau belajar.
member
Activity: 161
Merit: 10
Bukan hanya orang yang berpendidikan yang bisa menjalankan bitcoin, buktinya pemerintah termasuk orang yang berpendidikan tapi tidak mampu menerima pemahaman tentang bitcoin apalagi menjalankannya.
full member
Activity: 406
Merit: 100
tidak harus orang yang berpendidikan gan. yang penting orang tersebut memiliki penalaran yang baik terhadap forum ini dan tentunya niat atau semangat untuk bisa menguasai ilmu yang ada di forum ini. tapi menurut saya sistem merit ini akan jadi pembeda antara orang yang sudah memahami forum ini dan mana orang yang masih belum terlalu paham. 

benar gan, saya sependapat dengan agan, tidak perlu harus berpendidikan untuk bergabung di bitcoin, apalagi tidak aturan jika bergabung di bitcoin harus punya pendidikan, yang penting bagi siapa saja yang bergabung di bitcoin mempunyai semangat dan niat untuk belajar agar bisa menguasai ilmu tentang bitcoin agar mencapai kesuksesan
Pages:
Jump to: